sore ini sekretariat ranggon sastra terlihat cukup sepi untuk ukuran kegiatan setelah rapat. biasanya akan banyak acara ngumpul dulu membahas tentang kuliah atau menggibah hal-hal seputar kampus yang menarik di mata netizen. mungkin karena rapatnya diadakan di hari operasional dan mendadak pula, bahkan si penyelenggara alias beomgyu sebagai ketua saja sudah kabur entah kemana.
"kamu adalah bukti.. dari cantiknya paras dan hati... kiw kak minju!" jake bersenandung dengan gitar milik ukm berada di pelukannya. kakinya menyelonjor santai dengan badan menyandar kursi.
sedangkan si objek yang dipanggil hanya melirik sekilas. kemudian kembali fokus pada ponselnya. terlihat malas menanggapi siulan genit yang ditujukan padanya.
"gue gaplok ya!" junho mengacungkan kotak pensil, siap mengamuk. enak saja si pendek ini genit sama kakak crushnya.
"apa sih? lo siapa ngamuk? pacarnya? bukan kan?"
"bacot!"
"yaelah, ho! tembak makanya, keburu kak minju suka sama gue entar!"
"mulut lo nggak ada akhlak. pengen gue kuncir pakai kawat."
minju yang jadi objek pembicaraan hanya menghela nafas, "bisa diem nggak? berisik!" sentaknya sambil memandang kedua adik tingkatnya tersebut.
"sorry, kak. hehe." junho nyengir.
"ada yang punya kenalan dosen pendidikan nggak sih? gue perlu serdik nih." tanya minju. rupanya menyampaikan beban diamnya sedari tadi.
"serdik apaan?" tanya jake.
"sertifikat pendidik. gue perlu itu buat menunjang tes cpns guru, biar langsung lancar jaya."
jake mengendik, "nggak kenal, kan lo yang orang pendidikan. masa tanya sama gue yang kenalnya dosen akuntansi sama ekonomi. btw, lo mau jadi guru kak?"
"nggak tau deh. males juga tapi jurusan gue pendidikan matematika, gelar gue nanti spd, jalur paling mungkin ya guru."
"prospek pendidikan matematika banyak sih kayaknya, jadi system analys aja atau nggak conten creator." ujar junho.
"gue bilang paling mungkin, soalnya yang namanya jurusan pendidikan praktek lapangan nya juga nggak jauh-jauh dari sekolah." sahut minju, "lagian itu yang linear sama cita-cita gue."
"mantep tuh kak, bisa ngajar anak smp dong. ibu guru minju. ah indahnya, cocok lah sama gue yang ilmu ekonomi. cita-cita gue jadi kepala sekolah kok kak, biar nanti kita bisa cinlok di sekolah." tawa jake langsung meledak.
junho hanya memandang sinis temannya tersebut. ingin menampol tapi ini jaki, mulutnya lemes. daripada ditanggapi lebih baik di diamkan, "jadi guru itu jasanya besar, kak. mengamalkan ilmu untuk mencerdaskan bangsa. ada sebuah kalimat dari manson mandela, pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. dengan luasnya pendidikan siapa tau anak murid kak minju nanti bisa membuat indonesia yang masih berkembang ini jadi negara maju."
"iya sih bener. tapi gue sebenarnya nggak minat di bidang guru, ho. lo tau kan guru di indonesia diperlakukan kayak gimana? nggak ada kesejahteraan nya sama sekali." keluh minju, "emang cita-cita gue dari dulu tuh jadi guru, tapi makin kesini kok makin.. anjaylah. kesejahteraan nya kayak disepelekan, tau nggak kating kenalan gue yang udah lulus? dia jadi honorer gajinya sebulan 250 ribu per bulan, nggak cukup buat beli bensin. bukan nggak mau ngamal ilmu ya, tapi guru juga butuh duit buat makan."
jake mengangguk-angguk. ia meletakkan gitarnya bersandar pada tembok, "bener sih, nggak sesuai. ini yang di kota, pernah denger yang di wilayah pelosok lebih parah. nggak habis thinking gue sama kebijakan pemerintah kok bisa begitu. guru itu kan pemeran vital dalam memajukan negeri, bayangin kalau nggak ada guru manusia pada bodoh, sdm nggak berkembang. kalian ingat kawan? negeri yang bodoh adalah negeri yang gampang dijajah. kadang orang-orang atas pada nggak melek susahnya orang pelosok buat memperjuangkan pendidikan tuh kayak gimana, menggaji guru kayak beli kuaci. ancen jancok!"
KAMU SEDANG MEMBACA
pengabdi mantan | sungjake
Fiksi Penggemar"gimana gue bisa move on kalau bentukan lo aja kayak gini?"