"heh babi, serius lo nggak mau pulang?" tanya soobin siang itu.
apartemen jay masih jadi tempat tinggal sementaranya. toh, mereka hanya tinggal berdua. dan sekarang si pemilik apartemen pun sedang keluar entah kemana, tadi bawa motor dengan jungwon. tak tau, sunghoon tak ingin mengurus, dari kemarin jay terus-menerus bolos rapat demi bisa pacaran. padahal sedang ada proker partnership kampus dengan organisasi eksternal kampus demi menunjang hubungan mutualisme antar unitas.
"hm." jawab sunghoon menyandar pada sofa dengan sebuah jaket menutupi mata yang hampir terpejam.
"udah sebulan lebih loh." ucap soobin, "papa paling udah menduga lo disini, kayaknya ya."
sunghoon diam, fokus mendengarkan. dalam hati tertawa miris, papa sudah tau dia ada di tempat jay tapi tidak sekalipun mencari. ck, apa dia sudah benar-benar jadi aib keluarga sekarang? tapi wajar sih, dia sendiri yang membuat jarak antar keluarga itu ada. jadi ia tak terlalu menyesal.
"siska juga sering ke rumah, tapi lo selalu nggak ada. katanya dia selalu nyari lo di teknik sama di sekre unitas juga kaga pernah nemu." tambah soobin.
bukan nggak pernah nemu tapi sunghoon sengaja kabur. terlalu malas untuk berhadapan dengan gadis itu. ribet.
"tunggu sebulan lagi. kayaknya gue bakal nyari kos." ujar sunghoon tanpa merubah posisi.
yang lebih tua hanya menghela nafas. tak tau ingin menanggapi bagaimana lagi. ikut mengambil tempat duduk di samping sunghoon sembari mengunyah stok roti tawar milik jay yang ia ambil di dapur. lantas si sulung itu mengeluarkan satu kartu atm dari bank bumn, menyodorkannya pada si adik, "nih. pake kalau lo butuh, nggak banyak tapi bisa buat operasional sehari-hari."
namun sunghoon melemparkan kembali kartu itu, "nggak usah. gue bisa cari sendiri."
"yaelah hoon, tenang aja ini duit halal kok. hasil gue kerja di bengkel sama joki tugas bukan hasil gue korupsi."
"gue bukan anak kecil. lo pikir ngapain gue ngojol disela waktu senggang gue? jangan bikin gue seolah jadi beban."
tipe sunghoon sekali. malas bergantung pada orang lain, sekalipun itu abangnya sendiri. bawaan sifat dari individual dan sosialnya yang kurang, merasa bisa melakukan semuanya seorang diri.
namun yang soobin lakukan malah tertawa lalu mendekat ke arah sang adik. meraih yang lebih muda dalam rangkulannya, "suudzon mulu lo, anjing! yang nganggap lo beban itu siapa? kalau gue nganggep lo sebagai beban, yang ada udah gue musuhin lo sekarang. tau nggak kenapa dulu gue tetap kukuh kuliah di jakarta padahal gue udah lolos fh UGM? lo alasan gue nggak pergi, bangsat."
"lo itu adik gue hoon, bukan orang lain. apalagi keluarga kita yang udah berantakan sekarang cuma kita yang bisa saling memiliki, kita harus saling bergantung. mama jauh di bandung dengan keluarga barunya, sedangkan papa keadaan nya makin nggak stabil. satu-satunya orang yang bisa kita buat sandaran ya cuma satu sama lain. gue abang lo, anjeng! gue bisa jadi tempat lo pulang."
ujaran soobin tampak menggebu.
"jadi, buat sekarang nih pakai dulu. jangan bikin gue merasa terbebani ninggalin lo di luar rumah tanpa apa-apa. kalau lo kenapa-kenapa gue yang paling khawatir lebih dari siapapun."
yang lebih muda terdiam. menatap kartu atm berwarna silver yang kini soobin kembalikan lagi ke tangannya. sisi emosionalnya kembali tersentuh. betapa bodoh orang seperti dirinya. disaat ia lupa apa arti dari hidup dan memilih bersikap egois berpihak pada apa yang ada dalam ambisinya, ia lupa masih ada orang yang begitu menyayanginya di sekitarnya.
di dalam keluarganya yang serba cacat, ia lupa jika masih ada satu orang yang selalu menjadikannya prioritas.
"makasih." sunghoon memasukkan kartu atm tersebut ke dalam dompetnya yang tergeletak di meja, "btw, kepala lo masih sakit nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
pengabdi mantan | sungjake
Fanfiction"gimana gue bisa move on kalau bentukan lo aja kayak gini?"