19 : layaknya bulan dan bumi

3.8K 599 174
                                    

sore itu sebelum sunghoon tak sengaja bertemu jake dan kai di angkringan sate ciledug, dirinya sedang merebah menguasai sofa ruang tengah apartemen jay. ck, memangnya dia mau kemana lagi selain kemari. apartemen jay adalah tempat singgah keduanya setelah rumah.

"kenapa sih beb? sini cerita ke abang."

bugh!

"anjing, canda hoon! serius amat hidup lo dicandain sedikit ngamok." ujar jay sambil menepis bantal sofa yang terlempar ke mukanya.

wajah datar itu semakin lempeng saja melihat wajah sahabatnya yang sibuk mengakak. lantas meraih cola di meja,  meneguknya dalam sekali buka.

"nih." jay mengulurkan sebungkus rokok dan pemantik yang langsung disambut baik oleh sunghoon. 

sedetik kemudian asap mengepul dari belah bibir keduanya.

"gue setres tugas anying. semalam begadang ngerjain nirmana, sama mikir konsep rancangan model bangunan publik. eh kan kita satu prodi nggak sih?"

"dosennya beda."

"lah iya sih. tapi dosen lo enak enak kayaknya, lihat lo selama ini nggak pernah susah sama tugas rancangan apapun, maket juga gas." keluh jay sambil menerawang langit langit ruang tengah, "gue kayaknya salah jurusan deh. harusnya gue masuk manajemen aja biar satu prodi sama dek uwon."

sunghoon menghisap batang rokoknya lalu kembali membuang asap lewat celah bibir, "yang namanya kuliah mau jurusan apapun nggak ada yang enak. sekarang lo di arsi ngeluh ngeluh suruh buat rancangan, kalau di manajemen belum tentu lo nggak ngeluh di jejelin rumus akuntansi sama manajerial setiap saat. mau ngambil jurusan apapun itu enak, tinggal gimana kita jalaninnya aja. nggak ada yang namanya salah jurusan, lo nya aja yang emang tukang sambat."

"itu adalah kata kata orang yang otaknya encer kayak lo."

"lo bukannya nggak encer jay, lo cuma banyakan ngeluh jadi nggak kelar-kelar. ck, katanya mau jadi menteri bidang kemaritiman meneruskan perjuangan bapak luhut, masa gitu aja udah lemes."

tapi bukan itu yang menjadi fokusnya. jay menengok, menatap sahabatnya yang sedang asik mengepulkan asap.

"hoon, lo kayaknya ada masalah beneran ya."

satu alis sunghoon naik, maksud untuk bertanya.

"nggak biasanya lo bacot."

diam sejenak. sunghoon tampak menimbang sesuatu untuk dikatakan. siang begini jakarta sedang terik-teriknya membuat otaknya ikutan panas juga. kepalanya serasa mau meledak ketika mengendarai motornya menuju apartemen jay beberapa saat yang lalu.

"eh, wajah lo kenapa dah? lo berantem sama siapa anjir? anak motor mana yang berani menghajar lo, sini ayo kita bantai!" jay menggebu tiba-tiba setelah beberapa saat menyadari ada yang salah dengan wajah sahabatnya. lebam biru di sudut bibir dan pelipis itu kemarin belum ada, "sialan! berani banget bogem raja jalanan yang sesungguhnya, nggak tau apa kalau gue sultan."

nggak ada hubungan sih, tapi its okay.

"ayo bilang hoon, siapa yang berani mukul lo nanti kita keroyok bareng bang soobin sama dek jungwon. pacar gue atlet taekwondo nih, udah sabuk merah."

"papa gue sih."

"nah kanㅡ" jay langsung patah semangat, "ㅡnggak jadi deh."

si pemilik apartemen itu langsung kembali duduk di samping sunghoon. kali ini sambil memakan sepotong pizza yang dipesannya barusan, "pasti gara-gara lo putus sama siska. papa lo freak juga ya, nggak jelas."

tak menanggapi sunghoon memilih berkutat lagi dengan rokoknya. telah pendek si puntung pertama, sekarang pemuda itu mengambil satu batang yang baru. mendengarkan jay yang terus mengoceh tentang papanya, sudah biasa. jay itu satu kubu sama soobin, jadi kalau mereka berdua kumpul biasanya yang di gibahkan ya si bapak pradipto.

pengabdi mantan | sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang