29 : terik yang telah naik

3K 456 209
                                    

pukul empat pagi, pintu apartemen jay terbuka. derap langkah pelan memasuki ruang mewah tersebut dengan raga lelah. siapa lagi kalau bukan aditya sunghoon pradipto? melepas sepatu dan meletakkannya dengan tertib di rak depan, lalu membawa kakinya kearah sofa sembari melepas sarung tangannya. kemudian merebahkan badannya disana, dengan kepala bersandar dan mata menerawang langit-langit yang masih gelap.

sekitar satu bulan, ia jalani hidupnya begini. bukan lagi uang papa ia hamburkan, tapi tenaganya yang ia hamburkan untuk mendapatkan uang. ah, kalau dipikir semua berputar begitu cepat. ia jadi teringat salah satu kalimat seorang pendidik yaitu charles r. swindoll, dalam suatu literatur yang pernah ia bacaㅡ

"sepuluh persen dari hidup ini adalah tentang apa yang terjadi pada dirimu. dan 90 persen sisanya adalah tentang bagaimana caramu bereaksi terhadapnya."

ㅡdan benar. apa yang dikatakan tokoh ternama memang tak pernah salah. yang salah adalah dirinya yang sulit untuk mengimplementasikan nya. dan inilah caranya bereaksi terhadap hidupnya yang mengalami  dinamika perekonomian.

namun ada satu sisi dari dirinya yang merasa lega. sangat lega sampai rasanya lelahnya bukan apa-apa. mau menjalani hidupnya dengan lebih keras pun tak masalah asalkan perasaannya tetap seperti ini.

lega itu adalah tentang jiwanya yang bebas.

bagaikan burung yang dilepas dari sangkar, dunia papanya yang apa-apa penuh peraturan tak berlaku lagi buatnya yang kini mengetahui ada dunia luar yang bagus untuk di jelajahi. melangkah kemanapun ia mau, tanpa ada embel-embel citra anak pebisnis. tanpa harus diatur ia harus suka dengan siapa, bagaimana hidupnya untuk kedepan. kini ia akan mulai berpikir bagaimana membangun prospeknya sendiri.

"dari balapan bro? menang nggak?" tanya jay yang tiba-tiba muncul dari dapur. sambil menyedot satu kaleng susu beruang.

mata sunghoon yang hampir terpejam menoleh, "balapan pala lo! lagi insyaf, duit nggak boleh dihambur-hambur, apalagi buat taruhan. diluar sana masih banyak yang butuh buat makan."

"kan lo bisa ikut yang nggak usah pakai taruhan duit."

"jauh, sirkuitnya tangerang. males."

jay mengernyit. berjalan ke arah sahabatnya sambil melempar sebungkus rokok, "anjir, tapi sejak kapan lo jadi motivator gini?"

"sejak tau perekonomian negara nggak baik-baik saja. kalau ada duit tuh jajanin di pedagang kecil, itu upaya biar pelaksanaan ekonomi moneter tetap terjaga, jadi uang bisa berputar dengan semestinya, baik di rakyat menengah keatas atau kebawah, biar stabilitas nya seimbang."

gantian jay yang ngebug. serius, sejak sahabatnya ini beralih profesi menjadi driver ojek online, bicaranya jadi aneh. sebenarnya tidak aneh, tapi menjadi aneh karena yang berbicara adalah seorang aditya sunghoon, anak pengusaha kaya yang dulu hobinya mainan duit di sirkuit ilegal. sekarang bicara seakan-akan negara akan jatuh miskin dalam waktu sekejap, dan tentang orang-orang yang jauh dibawah, pentingnya dana darurat, dan manfaat yang lebih besar untuk membantu sesama. dulu, mana peduli?

dan satu lagi, sunghoon jadi banyak bacot.

"tapi kan gue kaya. tenang aja sih."

"iya sih, bener. mau lo taruhan pakai perusahaan almarhum bapak lo juga nggak akan miskin. tapi yang ada kesenjangan. yang miskin tambah miskin yang kaya tambah kaya, kapitalis."

tuh kan. anak arsitektur yang biasanya membahas kontruksi sederhana wood plank sama glass block kini jadi membahas perekonomian negara. jay sungguh nggak masuk.

"udahlah, gue lagi malas bahas itu sama lo." sela jay sebelum ceramah motivasi itu berlanjut, "ada yang mau gue omongin sama lo pagi ini."

"hm."

pengabdi mantan | sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang