Chapter 13

16.3K 925 3
                                    

Berulang kali aku menarik nafas dan membuangnya kasar, 'apapun resikonya yang penting mama selamat oke Pril semangat'

Ku langkah kan kakiku menuju gedung yang tak berpenghuni ini, aku mengendap ngendap masuk kedalamnya.

Sebenarnya aku benar benar takut, bukan diriku yang aku takutkan. Tapi mama. Bagaimana nanti jika si brengsek Rio macam-macam pada mama? Dan---- Ali? Ah ya aku lupa! Mengajaknya kesini sama saja membahayakannya, apalagi jika Rio tau kalau Ali bersamaku dan dekat denganku. Hidupnya dalam bahaya!

Aku membuka dengan sangat pelan pintu utamanya, sepi.. kata itu lah yang pertama ada dalam pikiranku.

Akupun melanjutkan jalanku dengan hati-hati, aku membuka kembali pintu kedua tapi setelah aku membukanya.

Tiba-tiba lampu mati, aku takut. Sial, mengapa aku harus phobia dengan gelap dan petir? Padahal aku suka hujan dan tidurpun aku suka mematikan lampu. Ingin rasanya aku berteriak tapi aku sadar ini tempat Rio. Bisa-bisa dia menang berhasil sebelum perang. Perlahan aku mulai merasa air mataku mengalir, aku memejamkan mataku

Prokk.. Prokk.. Prokk..

Aku membuka mataku.

Lampu menyala...

Ada yang bertepuk tangan, aku pun menoleh ke arah belakang.

"Rio" gumamku pelan, aku ingin sekali berjalan menghampirinya tapi ternyata disekelilingku banyak sekali orang yang berbadan besar dan berbaju hitam.

"Ternyata keponakan ku ini mempunyai nyali yang sangat besar"

"Dimana nyokap gue?" teriakku.

"Apa? Mmm kaka ipar om gitu? " ucap Rio dan tersenyum licik.

"Lo ga pantes disebut adik ipar" ucapku menahan emosi.

"Hahaha dan om juga ga mau punya kaka ipar yang dulu pernah saya cintai" ucapnya, aku terperangah.

"Maksud lo apa HAH" ucapku.

"Hahaha bawa dia kesini" dia menyuruh salah satu dari orang berbaju hitam itu.

Aku membelakakan mataku "Mama" ucapku pelan.

Dia seperti kesakitan, tangan dan kakinya diikat bibirnya ditutupi dengan kain walau dari kejauhan tapi aku bisa melihat kalau pipi mama seperti habis ditampar.

Aku benar benar tidak bisa menahan lagi emosiku, aku ingin sekali menghampirinya tapi jika aku sekarang kesana sudah pasti si brengsek rio itu tidak akan tinggal diam. Aku takut dia melakukan hal yang lebih dari ini.

"Kau apakan mamaku brengsek" ucapku menahan emosi.

"Hahahaha kenapa? Apa karena kau melihat pipi mamamu yang putih dan jernih ini memerah dan hampir membiru?" Tanyanya dan seperti mengejekku.

"Dasar gila"

"Hahaha sebut semaumu, aku akan melepaskannya asal kau menyerahkan dirimu bersama anakku" ucapnya.

Apa maksudnya? Anaknya? Siapa?

"Iya anakku Ringgo Febrianto N, apa kau tau N itu apa ?"

Aku menggeleng, dan dia hanya tertawa.

"Ringgo Febrianto Naufal"

Aku terperangah, aku baru menyadari dan bodohnya aku tak pernah menanyakan kepanjangan nama belakangnya, apalagi dia satu kelas denganku, memang aku tau dia menyukai ku karena dia pernah mengatakannya waktu kami sedang berdua, tapi aku tidak menyukainya bukan karena dia tidak populer atau tidak tampan, memang juga aku akui dia pintar bahkan dia bersamaku dan gritte sering belajar bersama hanya demi kuliah yang akan ku ambil 2,5 tahun ini. Aku menyuekinya karena aku hanya menganggap dia teman, aku tak mau dia terlalu berharap denganku.

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang