Chapter 8

20.4K 1K 4
                                    


Kejadian itu masih terus melekat diotakku, bagaimana tidak aku melihat dengan mata ku sendiri ketika papa ditusuk dan menghembuskan nafas terakhir. Semangatku sekarang hanya mama, ka ricky, gritte dan omku. Mereka semua orang yang paling aku sayang sekarang.

Setelah puas bergelut dengan pikiranku akupun keluar dari kamar mandi, hal yang pertama kulihat mama sedang menangis didekat Ali. Apa mama menceritakan semuanya kepada Ali hingga mama menangis? Aku mendekat kearah mama dan memeluknya kubawa mama ketempat duduk yang dulu pernah papa duduki.

"Jangan nangis ma, Prilly gapapa. Tangisan mama bagi Prilly sebuah kebodohan karena Prilly tidak bisa menjaga dan membuat mama bahagia" ucapku berjongkok didepan mama.

Kulihat mama menyeka air matanya, dan mengajakku berdiri dan memelukku erat.

"Awww" rintihku.

Bagaimana tidak aku merasa perih, mama memeluku erat dengan tangannya mengenai tanganku yang belum aku obati.

"Maaf sayang mama lupa, sini mama obatin" mama kembali membawaku ke tempat dimana Ali duduk.

Mama membawa obat P3K, saat dia mau mengobatiku tiba-tiba saja telponnya berbunyi .

"Nak Ali tolong obatin Prilly ya, tante ada telpon penting" ucap mama berlari ke kursi nya.

Kulihat Ali mengangguk dan tersenyum "Sini gue obatin".

Dia membersih kan darahku yang mulai mengering terlebih dahulu dengan kapas yang dibasahi air.

"Aww pelan-pelan perih" ucapku pelan.

"Ini juga udah pelan-pelan diem dulu napa" ucapnya.

Ga tau apa sakit, kalo gue ga butuh lo udah gue biarin mati lo tadi diserang pria tadi.

"Nah selesai"ucapnya.

Aku hanya tersenyum menunduk, kudongkakan kepalaku menghadap nya tapi dia malah bengong dan tak hentinya menatapku.

Aku yang dilihat seperti itu hanya menelan ludahku dan salah tingkah.

"Udah lo liatin gue nya? Terpesona lo sama gue" ucapku menutupi kegugupanku.

Kulihat dia menoleh kearah lain "Gak, gue cuma heran aja sama lo. Lo itu sebenernya baik, gue percaya itu tapi gue ga tau apa yang ngebuat lo jadi orang yang sangat menyebalkan dan menjengkelkan" ucapnya tanpa menoleh kearahku.

Aku langsung salah tingkah, memang benar yang dia bilang aku cuma ga mau nanti orang-orang menganggapku lemah.

"Sayang kita pesen pizza aja ya , delivery ke kantor mama. Mama udah telpon, mama mau ketemu client dulu sebentar" ucap mama.

Aku hanya mengangguk dan merebahkan badanku di sofa yang berbeda dengan Ali. Aku menatap keatas langit-langit, entah kenapa rasanya mengantuk sekali aku beberapa kali menguap dan...

***

APOV

Senyuman itu, senyuman yang mungkin mama Prilly rindukan dari satu-satunya anaknya ini. Harus kuakui dia sangat lihai dan pintar dalam berkelahi bahkan aku sendiri dibuat bengong. Aku lihat tangannya memang agak sedikit parah, aku tau dia kesakitan sejak sebelum masuk mobil tapi dia tak mengatakannya bahkan ketika mamanya bertanya.

Aku merebahkan badanku disofa sebelah Prilly, tak lama kemudian aku bangun kembali duduk dan kulihat Prilly yang tertidur. Dia imut, cantik, dan menggemaskan. Berbeda dengan Prilly ketika sedang membuka matanya. Dunia ini memang kejam, aku salut dengan Prilly dia mampu melindungi mamanya dan dia juga mampu bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.

Lo cantik pril, kalo lagi kaya gini ucapku tanpa sadar.

Aku tersenyum melihatnya tidur, ku ambil handphone ku.

Ckrek...

Aku memotret dia yang tertidur. Lucu sekali, sesaat kemudian aku melihat dia menggerakan tubuhnya dia pasti akan bangun. Sebelum dia menyangka padaku yang tidak-tidak lebih baik aku pura-pura tidur saja.

***

"Ahhhhhhhhhhh akhirnya sampe rumah juga" ucapku saat masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhku dikasur. Setelah tadi makan malam direstoran bersama Prilly dan mamanya dan pasti mengantarkan Prilly dan mamanya pulang. Aku tersenyum melihat dia yang tertawa lepas saat mamanya membahas masa kecilku, ternyata kedua orang tua ku dan kedua orang tua Prilly berteman sejak SMP dan mereka harus berpisah saat selesai kuliah karena pekerjaan dan kesibukannya masing-masing.

"Woy, ngelamun aja lo ciee yang udah jalan sama cewek" Aku kaget dan tersadar dari lamunanku, tapi sudah kupastikan pasti itu kakaku Kaia yang menjengkelkan.

"Bisa ga sih lo ngetok atau ucap salam ke masuk ke kamar orang maen nyelonong aje lo" cerocosku.

"Heh bego gue dari tadi ketok pintu kali, lo nya aja yang ngelamun jadi ga denger" ucapnya, aku tersadar dan memang betul dari tadi aku melamun.

"Yaelah ni anak malah ngelamun lagi, eh gimana.. gimana jalan sama Prilly?" Ucapnya dan menyenderkan tubuhnya didekat pintu yang menuju balkonku.

"Biasa aja" ucapku dan berdiri berjalan menuju balkon.

"Yakin lo biasa aja? Dari tadi jelas gue liat lo senyum-senyum sendiri" ucapnya, aku heran seberapa lama aku melamun sampe kaia tahu sebegitunya.

"Jangan bohong deh Li gue tau ko lo gimana" lanjutnya sambil berdiri disampingku.

"Dia beda ka, gue salut aja ama dia berani bertaruh nyawanya buat nyokapnya, dia sayang banget sama nyokapnya tapi yang gue heran dia itu over banget sama mamahnya ka" ucapku menatap lurus.

"Mungkin bokapnya udah ga ada makanya dia kaya gitu" ucap kaia.

"Maybe, udeh ah gue mau tidur mending sekarang lo balik ketempat lo sana" ucapku dan mendorong Kaia keluar kamar.

"Yaelah tapi Li.."

"Gue mau istirahat cape, lo kembali ke kamar lo atau gue paling bokap sama nyokap karena lo gangguin gue" kata ku sinis.

Karena aku tau kalau sudah menyangkut pautkan kedua mereka pasti Kaia mengalah.

"Iye iye yaudah gue balik deh, dadah adik gue yang lagi jatuh cinta" ucapnya tertawa dan berlari pergi.

Aku hanya menggelengkan kepalaku melihat nya,kaia itu udah 23 tahun tapi kelakuannya tetep aja kaya anak SD.

***

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang