Chapter 35

17.9K 859 25
                                    

APOV

Aku merebahkan badanku diatas king sizeku, Rasanya baru kemarin aku melihat Prilly tersenyum, sadar dari koma tapi sekarang entah dimana dia berada.

Sudah setahun dan aku tidak bisa menemukannya. Bahkan pesuruhku pun tidak ada yang bisa menemukan Prilly. Bukan hanya Prilly tapi kakanya, ataupun mamanya. Mereka bagaikan ditelan bumi hidup-hidup, menghilang begitu saja.

Tak pernah aku lewatkan sehari saja untuk bertanya pada pak Irman, satpam dirumah Prilly. Tapi jawabannya tetap sama, mereka belum pulang. Bi inah yang biasa jaga dirumahnya pun tidak ada. Pak Irman bilang, bi Inah bersama tante Ully pergi, bersamaan dengan Prilly dibawa keluar negeri.

Aku masih ingat, seminggu setelah ka Ricky beserta membawa Prilly keluar negeri aku langsung menyusulnya. Terakhir kali aku mendapatkan kabar dari sms ka Ricky bahwa mereka berada dijerman. Itupun satu-satunya sms dari ka Ricky, sebelum semua nomor handphone yang aku punya dari keluarga Prilly tidak bisa dihubungi.

Aku menyusuri semua rumah sakit yang berada di jerman, tapi tidak ada satupun pasien yang terdaftar disana dengan nama Prilly Latuconsina. Tidak sampai disitu aku terus mencari dan melacak keberadaan mereka, tapi nihil. Sebenarnya mereka ada dimana? Bahkan aku sudah meminta bantuan papa. Namun sama saja, hasilnya tidak ada.

Aku bertanya pada Gritte, jawabannya sama walau aku pernah memergokinya mengeluarkan visa. Ingin sekali aku marah pada ka Riri waktu itu, andai saja dia tidak menahanku untuk mengikuti mereka pasti aku tidak akan kehilangan mereka. Tapi aku sadar ini duniaku, pekerjaan yang tidak ada batas waktu.

Tok..tok..tok..

Aku menelungkupkan bantal ku pada wajah ku, ini weekend apa masih ada yang mau menggangguku diapartemenku? Oh god.

"Ali bukaaa pintunyaaa" aku tau pasti bumil dari afrika utara. Perempuan yang satu itu selalu saja menggangguku. Apa mau dia sebenarnya? Engga dirumah engga diapartemen selalu saja merepotkan.

Biarkan saja dia berbicara sesuka hatinya,cukup kemarin-kemarin dia membuat ku pusing.

Aku mendengar ada suara tangisan, oh pasti dia. Begini nih punya kaka satu-satunya yang sedang hamil lima bulan. Sebenarnya suaminya itu aku atau bang Alfian? Kenapa kebanyakan dia ngidam mintanya sama aku? Huhh.

Aku turun dari king sizeku, melangkah malas ke depan kamarku. Sudah kuduga setelah aku buka disana seorang perempuan sedang menangis, memegang perutnya yang agak buncit.

"Apa sih lo ganggu gue" ucapku, siapa lagi jika bukan Kaia alias kaka gue ka Alya.

"Gue pengen lo nganterin gue" ucapnya, sudah kuduga pasti mau ngerepotin lagi.

"Gak, gue lagi pengen istirahat " ucapku.

Beberapa menit lagi pasti dia menangis dan bilang 'ini permintaan ponakan lo, lo mau nanti ponakan lo lahir ileran gara-gara om nya yang ga mau menuhin keinginan mamanya'

"Huaaa..." tuhkan,udah mulai lagi nangisnya.

"Ini permintaan keponakan lo, lo mau nanti punya ponakan ileran gara-gara omnya ga mau nurutin keinginan mamanya" apa semua bumil seperti ini? Ngerengek tidak tau waktu.

"Mau kemana?" Aku menyerah, mama pernah bilang kalo bumil lebih perasa, segalanya harus dituruti.

Kulihat wajah berbinar dari kakaku, astaga cepat sekali berubah moodnya.

"Temenin ke mall belanja" ucapnya, yang semakin membuatku kesal.

"Tunggu, gue mandi terus ganti baju" ucapku menutup pintu kamar dan ke kamar mandi.

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang