4 months later
Jay menghela nafasnya sambil menatap keluar jendela kamarnya di mana terdapat patung kuda hitam yang baru saja dibersihkan. Jay tersenyum tipis sambil mengusap rambutnya yang masih sedikit basah. Terlalu pagi untuk bangun.
Jay menyandarkan dahinya pada kaca jendela yang tertutup lalu menghisap sabatang rokoknya.
Hari ini, adalah hari kematian Heeseung.
Pagi ini ia bangun dengan kedua mata yang sepenuhnya membengkak akibat menangis semalaman setelah kembali dari kamar Jungwon.
"haruskah aku menyerahkan diriku pada jaksa? Ck, ini gila" gumamnya lalu memakai pakaian formal yang serba hitam yang sudah disiapkan oleh seorang maid, tak lupa dengan payung hitam yang sudah disiapkan
Deja vu.
.
.
.Jungwon menghampiri Jay dan dengan cekatan ia memeluk kekasihnya erat.
"tidak apa-apa, menangislah" bisik Jungwon sambil mengusap tenguk Jay lembut
Jay mendongkak dan menghela panjang, air matanya turun semakin deras diiringi dengan lirihan yang begitu menyakitkan. Sesakit itukah?
Kedua tangan Jay meremas kuat mantel yang Jungwon gunakan guna melepas tangisannya.
Jake melihatnya dari kejauhan sambil mengulum bibirnya. Ini pertama kalinya dia melihat Jay menangis dengan begitu keras dan dipeluk oleh seorang pemuda manis.
Ini terasa menyesakkan baginya. Matanya menyorot ke arah jendela, diluar turun hujan deras. Dia benci situasi saat ini.
"andaikan pengacaranya adalah aku.."
Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.
Heeseung telah tiada.
Bunga yang hendak mekar, gugur duluan.
Takdir sangat tidak adil.
Jake akui dia memang membenci Heeseung dengan sangat, namun dia tidak bisa membuatnya binasa begitu saja.
Banyak sekali kenangan indah masa kecil Jay yang bahkan dia tidak ketahui. Hanya lelaki itu satu-satunya keluarga yang Jay miliki.
Namun...
"kita berangkat, siapkan mobilku" Jay menepuk pundak Jake lalu berlalu begitu saja dengan Jungwon yang merangkul pundak Jay
Jake berdecak dan melirik ke arah vas bunga yang baru saja digantikan oleh mawar putih oleh seorang maid.
.
.
.Setelah pemakaman Lee Heeseung, satu per satu dari mereka pergi meninggalkan makamnya dan yang tersisa hanyalah Jay dan Jungwon yang saling menatap dalam diam. Dingin dan basah. Juga bau tanah basah yang menyeruak.
Ini yang kedua kalinya dia merasa terpukul.
Hanya karena sebuah kematian yang bahkan tidak dia sangka sebelumnya.
"Heeseung hyung akan selalu mengawasimu, jangan menangis" ucap Jungwon lalu meletakkan payungnya dan menghampiri Jay
Tangannya membelai rahang tegas Jay dan mengusap pipinya lembut, menatap kedua mata elang itu dengan lekat.
"dia tidak mati dengan sia-sia, semua kebenarannya sudah terungkap, kan? Sekarang kau tidak harus menagih password chip itu lagi kepadaku" lanjutnya, dengan lengannya yang melingkari leher Jay
"aku tidak ingin kehilanganmu, aku mencintaimu, sangat" bisiknya lalu mengeratkan pelukannya pada yang lebih muda
Ayahnya tiada.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐀𝐅𝐈𝐀 || 𝐉𝐚𝐲𝐖𝐨𝐧
Fanfiction[COMPLETED] Dia adalah seorang pria berjiwa bebas dan cerdas, tatapannya begitu intens dan tajam, bibirnya selalu siap melontarkan pertakaan yang begitu mengiris hati, dan tak memiliki rasa iba sedikitpun. Sikapnya dingin dan angkuh membuatnya begit...