Malam menjadi semakin larut. Dan aku tak tau mengapa mobil yang ku kendarai malah membawaku ke tempat ini alih-alih pulang ke rumah.
Aku pun tak memutar kemudi, melainkan memilih turun untuk menikmati hiruk pikuk dari kumpulan orang yang bersenang-senang tanpa beban masalah.
Asap rokok yang membumbung, menyatu dengan bau alkohol membuat dadaku merasa sesak.
Kerumpulan manusia yang menari tanpa tau tempat membuatku kesusahan untuk mencari celah.
Hingga pada akhirnya aku harus terpaksa membiarkan diriku merasa sakit akibat benturan tubuh mereka.
"Anda menginginkan sesuatu?" Tanya seseorang sesaat ketika aku duduk di meja bartender.
"Whisky, please..." Balasku sembari mengacungkan telunjuk.
Tak begitu lama bartender itu kembali dengan membawakan pesananku.
"Minuman anda," Ucapnya sopan lalu meletakkan segelas whisky didepanku.
"Terimakasih," Balasku singkat sebelum menegaknya sedikit.
Aku mengernyit ketika cairan itu perlahan memasuki tenggorokanku. Rasanya begitu asing karena baru pertama kali aku mencoba minuman beralkohol.
Namun aku tak berhenti. Aku mencoba menikmati minuman yang banyak digemari orang untuk menghilangkan kesadaran mereka sesaat. Sebab, hal itulah yang sedang ku butuhkan saat ini.
Disisi lain, beberapa pemuda tengah berkumpul dengan wanita yang bergoyang meliukkan tubuh disamping mereka.
Sebagian tertawa dan merasa terhibur, sayangnya hanya ada satu pemuda yang acuh dan tak peduli dengan para pelacur itu. Sebab perhatiannya sedang tertuju pada satu objek, yaitu--
"Apa yang kau lihat, Marv?" Tanya pemuda disampingnya yang kini tengah dimanjakan oleh tangan pelacur yang bergerak menggoda ditubuhnya.
"Bukan urusanmu, Dom" Jawab lelaki bernama Marvin singkat tanpa mengalihan perhatiannya sedikitpun pada sosok yang berada tak cukup jauh dari tempat duduknya sekarang.
"Oh, kau tertarik dengan perempuan itu?" Celetuk Dominic ingin tau.
"Berhenti ingin tau tentang apa yang ku lakukan. urusi saja pelacurmu itu." Ketusnya singat.
"Ahh... Baiklah, jika kau memang tidak tertarik padanya. Mungkin--aku bisa sedikit bermain dengan wanita itu." Wajah Domini menunjuk ke arah wanita yang tengah menjadi fokus temannya itu.
Marvin melirik sekilas ke sang lawan bicara lalu kembali fokus ke objek yang diamatinya.
"Awas saja sampai kau menyentuhnya."
"Wohooo, baru kali ini seorang Marvin Hamilton tertarik pada wanita." Sorak Dominic yang tak tau diri.
"Tutup mulutmu. Jangan berbicara sembarangan sebelum aku membuatmu tak bisa menggunakan mulut sialan itu lagi."
Sontak Dominic mengangkat kedua tangannya keatas. Seakan dia menyerah untuk tidak mencari masalah dengan sang lawan bicara.
"Aku hanya bercanda, okey." Pungkasnya. "Lagian apa yang membuatmu memperhatikan perempuan itu?"
"Aku hanya penasaran, kenapa seseorang pergi ke club dengan pakaian kantoran. Sangat aneh."
"Well, aku tidak peduli dengan apa yang dipakainya." Balas Dominic acuh.
Dia mengibaskan tangannya memberikan tanda agar pelacur itu meninggalkannya.
Tubuh lelaki berperawakan cukup kekar dengan wajah orientalnya kini memutar untuk menghadap pada temannya. "Aku ingin membuat taruhan menarik."
"Tapi aku tidak tertarik." Balas Marvin cepat.
"Sungguh Marv, jika kau bisa menidurinya, maka McLaren ku akan jadi milikmu."
Lelaki yang sebelumnya fokus memperhatikan setiap gerak gerik dari wanita yang kini menelungkupkan wajahnya di meja bar itu, memalingkan wajahnya. Ada ketertarikan akibat tawaran yang diberikan oleh temannya.
"Dan jika aku tidak bisa?"
"Maka kau harus membiarkanku mendekati adikmu," Balas lelaki itu ringan tanpa dosa.
Tentu saja. Sudah sejak lama Dominic ingin mendekati Caroline. Tapi kakak sialannya itu selalu membuat Dominic tak bisa melakukan apapun.
"Bajingan. Aku tidak akan membiarkan adikku berdekatan dengan penjahat kelamin sepertimu."
"Sialan sekali mulutmu." Umpat Dominic cepat. Ia tidak terima diberi label seperti itu. "Asal kau tau, kau lebih brengsek dariku Marv."
Sang lawan bicara hanya mengendikkan bahu acuh. Karena apa yang dikatakan Dominic memamg benar. Jadi untuk apa dia harus membantah.
"Bagaimana, kau sepakat?" Dominic mengulurkan tangannya. Menunggu Marvin untuk menerima jabatan tangan miliknya.
Dengan malas Marvin pun mengangkat tangannya untuk menjabat milik Dominic.
"Aku menerimanya karena sudah pasti aku yang akan menjadi pemenang." Ucap Marvin sombong.
"Jangan terlalu sesumbar. Lebih baik kau buktikan sebelum aku memantaskan diri untuk menjadi iparmu." Tantang lelaki itu.
"Teruslah bermimpi mendapatkan adikku." Geram Marvin sebelum beranjak pergi dari tempatnya dan membuat Dominic terkekeh melihat kekesalan temannya itu.
***
Maaf kalau sedikit, tapi yang penting sering update biar aku tidak kehilangan feelnya. 🙏🙏
*Dominic Johnson
KAMU SEDANG MEMBACA
IMMODERATE (COMPLETED)
ChickLitTidak ada yang tau bagaimana suatu kisah dimulai dan bagaimana akhir akan terjadi.