22. Reaksi

1.4K 154 63
                                    

Hai, selamat tahun baru. Cukup lama ya dari terakhir kali aku update cerita ini.

Padahal sebenernya rencana update 2 hari yang lalu.

Sembari nunggu snowdrop, semoga updatean ini bisa mengurangi penantian.

Oh iya minta tolong komen yang banyak ya, karena jujur aja tiap update yang aku tunggu adalah komenan kalian yang seru-seru.

Selamat membaca ya, dan aku berharap kalian bisa menikmati cerita ini.

***
[ I M M O D E R A T E 🍷] 

Caroline terlihat berjalan terburu ketika menyusuri sebuah gedung dimana apartemen Dominic berada.

Ya, beberapa saat lalu, lelaki itu memberinya kabar dengan suara lemahnya. Hingga tanpa pikir panjang Caroline memilih untuk datang dan membatalkan jadwal pemotretannya hari ini.

Sial, tapi wanita itu juga tak tau apa yang membuatnya bersikap seperti itu. Dan semoga saja apa yang dikatakan Dominic bukan hanya kebohongan. Karena sungguh jika itu terjadi, Caroline tidak akan segan-segan untuk menendang bokongnya.

Tanpa membunyikan bel, wanita itu memencet beberapa nomor yang diberikan Dominic sebagai kode akses. Ia segera masuk. Kepalanya menengok kanan dan kiri, mencari dimana letak kamar lelaki itu. Hingga menuju pada satu titik. Yaitu pada ruangan dengan pintu yang masih tertutup rapat.

Caroline melangkah mendekat, napasnya tampak memburu sebab ia tak bisa tenang dan terburu-buru. Ia membuka pintu, dan disaat benda yang terbuat dari kayu itu memberi ruang, disana Dominic tengah terlentang dengan mata yang tertutup rapat.

"Dom,"

Dominic yang semula terpejam, perlahan membuka kelopak mata ketika mendengar namanya. Bibirnya tersenyum tipis namun mengisyaratkan kelegaan ketika melihat sosok yang ada didepannya.

"Kau datang," Pungkasnya senang. Ia mencoba mendudukkan diri namun dengan cepat dicegah oleh Caroline.

"Jangan banyak bergerak." Perintah Caroline dan membantu agar Dominic kembali menidurkan diri.

"Aku tidak percaya jika kau akan datang." Suara seraknya berbanding berbanding terbalik dengan rayuan yang biasa lelaki itu lontarkan. Lelaki itu terlihat lemah dari nada lirihnya.

Punggung tangan Caroline terangkaat, membawa ke permukaan kening Dominic untuk merasakan suhu tubuh lelaki itu.

"Astaga, suhu tubuhmu sangat panas." Pungkas Caroline.

Ia buru-buru pergi meninggalkan Dominic, mengambil sesuatu untuk menurunkan suhu tubuh lelaki itu yang seperti terbakar.

Setelah beberapa saat kini, Caroline telah datang dengan semangkuk air hangat. Ia memeras handuk kecil yang sudah terendam. Lalu meletakkannya pada dahi Dominic.

"Kau sudah makan?"

Gelengen pelan diberikan Dominic sebagai jawaban. Membuat Caroline mendesah kasar.

"Ya Tuhan, Dom. Bagaimana kau bisa sangat ceroboh dengan kesehatanmu sendiri."

Lagi-lagi lelaki itu tersenyum tipis. Kelopak matanya terbuka sedikit. "Aku senang kau mengkhawatirkanku."

Caroline berdecak sebal. Bagaimana tidak, pada keadaan lemah seperti ini pun mulutnya masih pandai sekali membual.

"Tunggu sebentar, aku akan membuatkan sesuatu untukmu." Pungkasnya sebelum meninggalkan Dominic.

Kini Caroline duduk disamping Dominic dengan semangkuk bubur hangat untuk mengiri perut lelaki itu.

Sesuap demi sesuap, bubur itu dinikmati Dominic yang tengah terduduk. Tenaganya begitu lemas hingga untuk mengunyahpun seperti tak mampu.

IMMODERATE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang