9. Air Mata Yang Sama

2.5K 244 13
                                    

Marvin berdiri dengan kedua tangan yang saling bersidekap didepan dada. Ia tak tau apa yang harus dilakukannya pada wanita yang kini duduk di sofa panjang miliknya yang ada di ruang TV.

Sebab wanita itu tampak diam dengan tatapan kosong meski air mata sudah tak membasahi kedua pipinya lagi.

Dia melirik ke arah dapur. Pikirannya tertuju pada mie instan cup yang ditinggalkan beberapa saat lalu.

Ahh, sepertinya mie miliknya sudah mengembang dan menjadi lembek.

Hmm, padahal kini perutnya telah berbunyi kembali. Cacing-cacing yang ada disana tengah melakukan unjuk rasa agar segera diberikan makanan.

Tunggulah sebentar. Kalian berdemo di waktu yang tidak tepat.

"Ehmm, apa anda ingin minun? Atau mungkin anda perlu makan untuk mengisi kembali energi karena terkuras akibat menangis?" Ucapnya namun tak begitu lama ia mendesah pelan.

"Apa bisa tidak terlalu formal? Aneh sekali harus berbicara formal pada wanita yang telah ku tiduri."

"Aku dosenmu," Balas sang wanita datar setelah beberapa lama mengunci mulutnya.

"Tapi sekarang kita tidak berada di lingkungan kampus. Jadi tidak ada ikatan yang menjadi penghalang untuk bersikap seperti pada umumnya."

Marvin rasanya ingin tersenyum ketika dihadiahi tatapan memprotes oleh wanita didepannya. Bagaimana tidak, mata wanita itu sangat lucu hingga seperti seekor kucing kecil yang sedang merajuk pada pemiliknya.

Tunggu, pemilik?

"Apa kau memiliki sesuatu untuk dimasak?" Pungkas sang wanita yang memecah lamunan Marvin.

Pemuda itu tak kunjung menjawab. Sebab ia sedang sibuk mengembalikan kesadarannya dengan memerjabkan kelopak mata beberapa kali.

"Maaf jika aku lancang, tapi perutku sedang lapar dan aku tidak suka makanan cepat saji."

Marvin menaikkan salah satu alisnya. Ia sedikit tak percaya dengan wanita yang beberapa saat lalu sangat menekankan hubungan mereka yang antara dosen dan mahasiswanya.

Tapi apa sekarang, perkataan wanita itu bahkan terdengar begitu santai. Bahkan seperti ucapan yang dilontarkan dengan nyaman pada temannya.

"Kau tidak memiliki sesuatu untuk di masak ya," Simpul sang lawan bicara dan membuat Marvin seketika menyangkal dengan gelengan kepala.

"Aku memiliki beberapa bahan yang bisa dimasak. Kau bisa memeriksa kulkas untuk melihatnya. Kalau memang tidak bisa, aku akan pergi ke swalayan terdekat untuk membeli bahan."

"Tidak perlu. Aku akan memasak dengan bahan seadanya yang ada dikulkasmu saja." Pungkas sang wanita lalu berdiri untuk menjalan menuju arah dapur.

Sedangkan Marvin, ia tersenyum tipis dengan tatapan yang tak lepas dari punggung kecil sang wanita yang berjalan menjauh.

Entahlah, ia tak tau mengapa membiarkan orang asing bersikap lebih di apartemennya disaat biasanya ia melarang seorang pun untuk menyentuh barang-barang miliknya.

Sebab yang Marvin rasakan saat ini adalah sebuah kehangatan. Wanita itu--dia seperti secercah sinar mentari yang memberikan kehangatan pada bumi.

Dan Marvin menyukainya. Pemuda itu baru tau jika kehadiran sosok pada apartemennya dapat terasa begitu nyaman untuknya.

***

Tak banyak bahan utama yang ku temukan di kulkas Marvin. Saat aku melihat isinya, hanya terdapat sebungkus mie pasta kering, sosis, dan 2 butir telur.

IMMODERATE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang