17. Putusan

2.2K 174 31
                                    

[I M M O D E R A T E🍷]

Sesuai janji ya. Happy reading

***

Suasana khitmad dengan perasaan gundah membuatku tak bisa duduk dengan nyaman. Aku tengah menghadap hakim yang telah siap membacakan putusan dari sidang perceraianku dengan Arthur.

Kepalaku menoleh ke samping kanan. Dan lagi-lagi kursi itu masih kosong tanpa penghuni. Arthur kembali mangkir menghadiri sidang perceraian kami.

Kemana dia? Mengapa dia tak sedikitpun memperlihatkan batang hidungnya? Setidaknya ia harus mengucapkan penyesalan sekali lagi, atau mungkin ucapan perpisahan.

Sebab, meski begitu aku ingin semuanya berakhir dengan damai tanpa ada yang mengganjal. Tapi mungkin Arthur memang sudah tidak peduli hingga memilih untuk mewakilkan pada pengacaranya.

"Apa sidang bisa dibuka sekarang? Apakah pihak tergugat aoan kembali tidak hadir?" Tanya Yang Mulia Hakim dan membuatku sedikit tersentak dari lamunan.

"Mohon maaf Yang Mulia Hakim klien saya akan menerima semua hasil sidang hari ini." Balas sang pengacara sebagai wakil.

Ku hembuskan napas panjang lalu menatap lurus pada Yang Mulia Hakim setelah menata hati untuk meyakinkan diri.

Ya, semua ini adalah keputusan terbaik dari pada aku terus merasakan sakit akibat penghianatan Arthur.

Bibirku tertarik tipis untuk menunjukkan aku baik-baik saja dan siap untuk keputusan akhir.

"Baik. Jika begitu sidang kembali dibu—"

Hakim yang sebelumnya hendak memukul palu sebagai penanda, terpaksa harus terhenti sebab kini sosok yang tiba-tiba membuka ruang sidang tanpa permisi tampak menghembuskan napas dengan tersengal.

Entah apa yang telah dilaluinya hingga seperti itu.

"Maaf Yang Mulia Hakim. Saya terlambat untuk hadir dalam persidangan." Pungkasnya setelah berhasil menormalkan hembusan napasnya.

Aku menahan napas sebab keterkejutanku begitu hebat hingga lupa bagaimana caranya bernapas.

Tidak.

Ini—mengapa dia tiba-tiba hadir?

Apa yang direncanakannya?

Netraku menatap lurus pada Arthur yang ternyata juga mengalihkan pandangannya padaku.

Entahlah. Sorot matanya begitu kosong hingga aku tak mampu menafsirkan.

"Saya kurang suka dengan sikap anda yang tidak menghargai waktu dan orang-orang telah menunggu. Tapi saya mencoba memaklumi karena ini adalah sidang putusan pada kasus perceraian anda."

Dan dengan begitu, Arthur melangkah mendekati kursi didepan hakim dengan keberadaan sang wanita yang tak jauh dari samping kirinya.

"Baiklah. Saya akan melanjutkan lagi sidang perkara hari ini. Sidang dibuka."

Tok

Tok

Tok

Ruangan kembali sunyi. Aku mencengekram kedua tanganku tak tenang. Entahlah aku merasa ada yang tida baik dengan kehadiran Arthur hari ini.

"Saya mengulangi sekali lagi. Apakah saudara tergugat dan pengguat benar-benar ingin mengakhiri pernikahan?"

"Ya."

"Tidak."

Sontak aku menoleh ke arah Arthur mendengar perbedaan jawaban.

Dia menatapku tanpa kata. Membuat bibirku bergerak untuk mempertanyakan perbuatannya.

IMMODERATE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang