Flashback

237 62 242
                                    

Tian kaget karena pintu kamarnya terbuka tiba-tiba. Ia langsung menyembunyikan boneka dan aksesoris minions yang ia beli pada 2 hari yang lalu.

“Hayo ngapain?” tanya Papanya Tian—Prof. Adi yang melihat anaknya sedang menyembunyikan sesuatu. Ia masuk dan duduk di kasur anaknya.

“Biasa in kalo masuk kamar anak tuh ketuk pintu.” Omel Tian yang belum selesai menyembunyikan barang-barangnya.

“Masa masuk kamar anak sendiri harus ketuk pintu dulu?” Prof.Adi tersenyum.

“Iyalah, wajib!”

“Gosah disembunyiin terus, Papa udah tau sama barang-barang yang Kamu umpetin itu.”

Tian berdecak sebal.

“Papa kenapa sih kepo amat?” Tian menutup dirinya dengan selimut tebalnya.

“Iya-iya maaf, lagi pula kita kan sama-sama laki-laki. Kalau Kamu mau tanya sesuatu tanya aja. Papa ga tega liat kamu kayak gini terus.”

“Papa kan sama aja kayak Mama, selalu beda-bedain Aku sama Kak Dian.”

Prof. Adi merasa bersalah kepada anaknya. Sebenarnya ia tidak pernah membeda-bedakan siapa pun. Ia selalu diam jika istrinya mengomeli Tian dan membeda-bedakannya dengan anak pertamanya.

“Sekarang Kak Dian udah ga ada, kalian masih salahin Tian terus. Emang Tian salah apasih? Kenapa Tian di lahirin kalo Tian ga di harapin?” Ia menangis di dalam selimutnya.

“Kalo nyawa Kak Dian bisa di tuker, Tian mau tukeran sama Kak Dian. Biar Tian aja yang pergi duluan.”

Prof. Adi menepuk pelan bahu Tian. “Hapus air mata Kamu, Papa ga beda-bedain Kamu sama siapa pun. Kamu ini tetep Tian dari Kamu lahir sampai tua nanti Kamu tetep anak Papa.”

Tian menghapus air matanya. Ia membuka selimutnya dan duduk di samping Papanya.

“Nih, Papa tau Kamu suka banget sama ini.” Prof. Adi memberikan sebuah gatungan kunci minions.

Bukannya menerima pemberian Papanya, ia malah tertawa. “Sejak kapan Aku suka minion, Pah?”

Prof. Adi mengerutkan dahinya. “Itu Kamu beli banyak-banyak buat apa?”

“Buat Winnie.” jawab Tian malu-malu.

“Winnie? Winnie mana?”

“Kepo.” ledek Tian.

“Ya udah ini buat temen Kamu si Winnie.”

“Papa aja yang kasih sendiri.” Prof. Adi dibuat bingung olehnya. Bagaimana caranya memberikan kepada Winnie, jika ia tidak kenal dengan Winnie?

“Mas! ” panggil istrinya dari dalam ruangan lab-nya.

Prof. Adi buru-buru mengantungkan gantugan kunci itu. “Nanti Papa cari si Winnie-Winnie itu.”

Ia buru-buru menghampiri Istrinya yang sedari tadi berteriak memanggilnya.

“Kamu darimana aja sih Mas? Kuping Kamu tuli ya? Tenggorokanku sakit daritadi manggil Kamu.” ketus Istrinya.

“Iya-iya maaf. Tadi Aku dari kamar Tian.”

“Tian Tian Tian! Kamu bisa ga sih ga usah manjain Dia?!” bentak Istrinya.

“Manja? Siapa yang manja sih?” lirih Tian yang tak sengaja mendengar.

“Udahlah Aku males ribut sama Kamu.” ucap Prof. Adi

ZiYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang