31

166 27 94
                                    

Sudah lebih dari 6 jam Rizal belum tau dimana rekannya berada. Kepalanya pusing, hatinya gelisah karena ia takut terlambat nantinya. Ia pun melanjutkan perjalanannya untuk mencari para temannya.

“Mana sih? Katanya bakalan ada tim baik dari kakek?” tanyanya yang mengingat pesan kakeknya sebelum berangkat.

“Ini juga mereka bertiga kemana sih?” tanya nya. Ia mulai putus asa mencari temannya.

Ia pun berpikir apa teman-temannya berada di rumah Prof. Adi.
Ia akhirnya berputar arah ke rumah Prof. Adi.



“Dian mana?” tanya Prof. Adi karena ia tidak melihat Dian di ruangan mana pun.

“Udah berangkat.” jawab istrinya—Prof. Endang yang sedang bermain ponsel sambil berbaring di atas kasur.

“Berangkat?!”

“Emang siapa yang ijinin dia berangkat kelas hari ini?” kesal Prof. Adi.

Prof. Endang merubah posisinya menjadi duduk.

“Aku.” jawabnya.

Prof. Adi menghembuskan napasnya kasar. Ia mengacak rambutnya prustasi.

“Apa sih mas? Lebay tau ga.”

“Masa anak mau les ga di bolehin?”

“Aturan tuh ya Tian yang harusnya kamu larang, dia ga jelas pergi kemana, main sama siapa. Mana nilai rapotnya merah semua, malu-malu in tau ga!”

Lagi-lagi Prof. Adi menghembuskan napasnya kasar. Kenapa istrinya ini sering kali menjelek-jelekkan anak laki-lakinya sendiri. Padahal  Tian anak kandungnya yang ia lahirkan kedunia.

“Ga usah bawa-bawa Tian, cepet suruh Dian pulang sekarang juga.” kesal Prof. Adi.

Prof. Endang tak mendengarkannya, ia langsung menutupi dirinya dengan selimut.

“Pantes dia pisah, orang istrinya ga bisa berubah.” ucapnya pelan menatap istrinya penuh kesal.

Prof. Endang membuka selimut.

“Siapa?!” matanya seperti elang.

“Dia bahkan bersuara tinggi di depan suaminya sendiri.” Prof. Adi tersenyum sumbang.

“Kamu mau pisah sama aku?!”

Ceklek!

Mereka berdua langsung melihat pintu yang terbuka. Nampak Tian dengan wajah takut.

“Apa?”

“Papa sama Mama jangan berantem lagi, Tian sedih dengernya.” ucap Tian yang berada di ambang pintu.

“Bukan urusan mu! Kau masih sangat kecil untuk ikut campur urusan kami.”

Prof. Adi menatap istrinya kesal. Ia mendekati Tian yang matanya sudah berkaca-kaca. Ia juga memeluk Tian.

“Pah, jangan berantem. Papa berantem karena Tian lagi ya?” tanya Tian di dalam dekapan Papanya.

“Papa ga berantem kok sayang, kok kamu pulang lagi? Ada apa, hm?”

“Mending nonton drama di ponsel daripada liatin drama kalian.”

“Yuk, ikut papa jemput ka Dian.” Prof. Adi menggandeng tangan Tian dan membawanya keluar dari kamar.

“Kemanjaan!”

“Gimana anak mau dewasa kalo dimanjain terus terusan.”





“Biar Tian aja pah yang jemput kakak.”

“Kamu katanya ada urusan? Urusan apa?”

“Cuma rapat OSIS, tapi udah selesai kok Pah.”

ZiYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang