Part 14

2.1K 180 115
                                    

Assalamualaikum, halo, apa kabar kalian?

Kalian masih sekolah online atau udah offline?

Biasanya kesekolah bawa bekal enggak?

Jangan lua share, komen, dan vota ya

Udah follow aku? (@Leszhr_)

Udah dimasukan ke perpus ceritanya supaya ada notif aku update?

Kalian enggak bisa ketinggalan charger atau headshet?

Siap untuk coret2 kolom komentar?

Siap dong masa enggak

Happy reading <3

  Di ruang tengah rumah orang tuaku kini aku sedang duduk bersama keluarga kecilku, kini aku sedang dipeluk oleh Bunda sambil menangis. Tadi malam setelah Mas Azzam meninggalkan kamar aku langsung mengemas barang-barangku kemudian menelpon Mas Adit meminta untuk menjemputku, ya kalian jangan berpikir jika lelaki dewasa itu akan dengan mudahnya langsung mengiyakan permintaanku, tentunya dengan perdebatan selama setengah jam lamanya membuatku rasanya ingin mengamuk saat itu juga.

  "Kamu enggak minta kejelasan sama dia? Supaya enggak gantung gini, Dek," tutur Mbak Salma sambil mengelus tanganku lembut.

  "Apa yang harus dijelaskan? Sudah jelaskan kalau Sabhrina ditalak sama Azzam?!"

  Saat ini aku berani bertaruh jika Mas Adit kini tengah dilanda emosi, entahlah abangku itu gampang sekali emosian.

  "Mas, Azzam loh lagi emosi pas ngomongnya."

  Aku paham maksud dari Mbak Salma dan aku juga tidak bisa menyalahkan Mas Adit juga. Mereka berdua selalu bertekak dengan masalahku.

  "Mau Azzam lagi emosi atau bercanda kalau udah kata cerai yang dilontar maka itu hukumnya sah, cerai itu tidak bisa dipermainkan. Kamu paham 'kan hukumnya?"

  "Sabhrina ditalak Azzam?"

  Sontak kami semua langsung menoleh ke sumber suara, aku yang tadi meletakan kepala di bahu Bunda kini beralih juga tentu saja aku begitu terkejut melihat Ali berdiri dengan pandangan datar kearahku dengan sebuah jaket berwarna maroon yang tentunya itu milikku tertinggal di restorant kemarin.

  "Maaf, Om, Tante, Ali udah lancang tapi aku udah salam sampai berkali-kali tidak ada jawaban dan pintu terbuka."

  "Iya enggak apa-apa, Al."

  Sebenarnya jika Ali masuk tanpa permisi pun keluargaku tidak keberatan karena dia sudah seperti keluarga disini, bahkan dia sering nginap juga untuk sekedar bermain play station bersama Mas Adit, itu memang sudah kebiasaan mereka sedari kecil.

  "Jadi bener Azzam nalak Sabhrina?"

  Pertanyaan itu entah dituju kepada siapa, namun dari pandangan matanya seolah ia menuntukku untuk menjawab.

  Mas Adit melirikku --- yang masih sibuk memainkan buku-buku kuku karena sangking takutnya --- kamudian ia mengangguk.

  "Terus perempuan yang semalem siapa, Sabh?"

  Aku mengeratkan tangan saat Ali bertanya demikian, nadanya lembut tapi dalam hingga dadaku rasanya tak mampu berdetak karena pertanyaannya.

  "Perempuan mana? Nadin maksud kamu?"

Tentang Sebuah Rasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang