Part 18

2.3K 160 31
                                    

Assalamualaikum, masih mantengin Sabhrina?

Bismillah, semoga nyambung ya part ini soalnya takut malah jatuhnya ngecringe😭

Jngn lupa vote, komen dan share

Jangan lupa masukan ke perpus

Ambil baiknya, buang buruknya

Happy reading <3


"Katanya merubah takdir itu bisa, jadi kalau sekarang aku meminta itu apa masih bisa?"

.
.
.

Sabhrina pov :

  Ini sudah tiga hari setelah Mas Azzam memulangkan ku secara resmi kepada orang tuaku dan benar saja seperti apa yang pria itu katakan, kemarin aku mendapatkan paketan amplop berwarna cokelat dengan kop surat pengadilan agama, ya surat cerai kini sudah di tanganku hanya tingal menunggu tanda tanganku saja sebab Mas Azzan sudah menandatanganinya terlebih dahulu.

  Jujur, sakit sekali rasanya hatiku melihat tanda tangan Mas Azzam terukir jelas menggunakan tinta berwarna hitam disana tak pernah kusangka yang dulu tanda tangan kami sejajar di buku nikah, kini harus bersejajar di surat cerai.

  Allah, nikmat sekali ujianmu.

  Karena sangking lemasnya aku sama sekali tak berniat untuk membuka surat itu kedua kali bahkan me-nandatangani-nya saja aku belum, hatiku belum siap atau bahkan tak pernah siap? Meskipun aku selalu tersakiti tetap saja jalan berpisah tidak pernah terlintas di kepalaku.

  "Dek, makan ya?"

  Untuk kesekian kalinya kepalaku menggeleng ketika Mbak Salma menawarkanku makan, sudah tiga hari tak ada asupan yang masuk ke perutku hanya segelas susu di pagi hari yang dibawakan oleh Bunda, selebihnya aku menolak sebab selera makanku benar-benar hancur sudah tiga hari ini.

  "Kamu pucet banget, enggak baik dzolimi diri sendiri gini, dek."

  Bukan aku berniat mendzolimi diri sendiri, tapi mau bagaimana lagi aku benar-benar tidak berselera makan rasanya bergerak untuk sholat dan mandi saja aku enggan jika tidak dipaksa, ternyata orang patah hati segila ini.

  "Astaghfirullah, Dek, badan kamu panas banget."

  Ketika tidak sengaja memegang pipiku Mbak Salma panik bukan main mendapati suhu badanku yang menaik, bagaimana tidak sebab badanku benar-benar tidak terkondisikan saat ini, sudah dua hari ini aku menggigil kemudian kepalaku pening tidak perlu dipertanyakan lagi aku juga sudah tau apa penyebabnya.

  Aku hanya diam tak menjawab kepanikan Mbak Salma, karena rasanya begitu konyol jika aku mengatakan 'tenang aja, Mbak, aku tidak apa-apa kok' dengan kondisi badan yang melemas seperti ini jika aku mengatakan seperti itu berani bertaruh pasti dia tidak akan langsung tenang yang ada menambah level kepanikannya.

* * *

  "Gimana kondisinya, Dok?" tanya Bunda tak kalah khawatir ketika melihat kondisiku yang begitu memiriskan. Tadi Mbak Salma langsung memberitau Ayah, Bunda dan mas Adit prihal kondisiku sehingga mereka memanggil dokter untuk memeriksaku, bahkan aku dapat melihat Ali berdiri di dekat jendela sambil menggendong Arsya.

  Wanita dewasa menggunakan pakaian serba putih serta balutan pashmina berwarna senada itu menjawab sambil tersenyum, " Alhamdulillah, enggak terlalu parah, kok, cuman dia terkena gejala tipes aja jadi harus rajin-rajin makan ya."

Tentang Sebuah Rasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang