Part 23

2.6K 157 12
                                    

Halo, gmana kabar seminggu ini?

Masih setia sama Sabhrina?

Siap untuk vote, komen dan share?

Jangan lupa masukan ke perpus ya

Happy reading <3


   Hari Minggu menyapa semesta, namun tak ada bedanya bagiku karena tetap saja jadwalku masih ada. Mau hari apapun itu tidak ada bedanya kepadaku karena tugas selalu menuntutku untuk menyelesaikannya  dengan segera dan aku baru ingat hari ini memiliki dua janji yang sama-sama penting, yaitu janji ketemu klien untuk mensurvei tempat juga metime bersama Ayesha, seharusnya sebelum memutuskan kemarin aku berpikir terlebih dahulu tidak asal begini.

  Aku pergi ke kamar putriku ternyata gadis itu masih pulas dengan tidurnya karena jam setengah tujuh tadi dia baru tidur lagi, aku selalu mengajarinya tidak boleh tidur setelah sholat subuh karena tidak baik untuk kesehatan tubuh dan otak, maka aku selalu menerapkan kepada Ayesha ketika umurnya menginjak empat tahun untuk sholat subuh lepas tuh mengaji atau mendengarkan aku mengaji, tapi seiring berjalannya waktu ia selalu mengaji dan setelahnya belajar minimal belajar membaca bagiku tidak masalah yang terpenting otaknya tetap bekerja karena waktu subuh adalah dimana otak masih segar-segarnya.

  "Mau kerja, Dek?"

  Kepalaku menoleh ke kanan ketika mendengar sebuah suara menumbuk pendengaran, ternyata itu Mbak Salma yang masih menggunakan piyama berwarna merah lengan panjangnya.

  "Iya, Mbak, titip Ayesha, ya?"

  "Enggak jadi emang mau nontonnya?" tanya Mbak Salma yang mengetahui jika aku dan anakku mempunyai janji nonton nanti siang. Aku yakin sekali pasti bibir cerewet itu yang mengatakannya.

  "Jadi, Mbak, InsyaAllah ba'da zuhur tunggu selesai kerja," tuturku yang berharap itu sesuai rencana.

  Mbak Salma mengangguk kemudian beliau berucap, "Okey, hati-hati, ya?"

  Aku menjawab perkataan dari kakak iparku itu dan setelah mengucap salam juga mengecuk tangan kanannya buru-buru aku langsung menuju garasi untuk segera pergi.

* * *

  "Lani, gimana berkasnya udah lengkap belum?"

  Langkahku menuju kepada seorang wanita yang mengenakan rok span panjang tidak ketat, juga khimar berukuran 100x100  berbahan cerutti itu. Aku selalu menerapkan kepada karyawan wanitaku untuk mengenakan khimar setelah aku menjabat sebagai Manager, bukan karena apa supaya mereka lebih terbiasa sedikit-sedikit dengan penutup kepala itu karena ada sebagian dari mereka yang sama sekali memang belum pernah menyentuh benda tersebut.

  "Sudah, Buk, gimana bisa berangkat sekarang?" tanya-nya yang aku balas dengan anggukan juga senyuman ramah. Merskipun aku telah naik jabatan bukan berarti aku harus jumawa dengan langsung sok misterius dengan bawahanku. Maaf itu bukan aku, bagaimana sikapku sebelum menjadi GM maka itu juga yang aku lakukan kepada mereka setelah diangkat menjadi GM, hanya bedanya aku lebih berkuasa atas kinerja mereka dan bisa lebih menekan mereka jika aku merasa ada penurunan tingkat kerja dan Alhamdulillah nya lagi mereka juga menghargai aku sebagai atasan. Selagi perkataanku tidak menjerumuskan dan masih dijalan yang benar maka mereka akan mengikuti, namun apabila kepemimpinanku melenceng maka aku mempersilakan mereka dengan segala hormat untuk menegurku.

  Tiga puluh menit kami di dalam mobil yang  dikemudi oleh sopir pribadiku ketika bertugas.

  Dan kini kami tiba disalah satu lahan kosong yang diapit oleh cafe  dan sebelah kirinya bangunan rumah tokoh menjual mie ayam.

Tentang Sebuah Rasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang