Part 20

2.8K 150 20
                                    

Assalamualaikum, kalian apa kabar?

Gaes, coba deh ketuk layar kalian

Udah? Kalau udah lihat pojok kiri terus tekan tanda bintang

Udah? Udah ditekan?

Makasih <3

Ada anak rolepyaler (rp) disini?

Kalau ada, gimana sisten rp sekarang? Makin seru atau cuma jual famous doang?

Ada anak moba disini?

Makin asik enggak mainnya atau malah makin banyak bocil berkeliaran?

Apapun game kalian tetap solid ya jangan ada war <3

Inget kata anak rolepay old gen, kalau kalian baper kalian kalah.

Happy reading <3

.
.
.

   "Kamu enggak jadi mau pergi, Dek?"

  Kepalaku spontan menoleh ke kanan  ketika Mas Adit menanyakan prihal itu.

  "Harusnya jadi, tapi diundur habis lebaran supaya enggak sibuk cuti nanti," tuturku sambil memotong bolu yang tadi dibeli sama Mbak Salma dan Mas Adit karena mereka habis pulang dari beli token.

  "Mbak kira kamu enggak jadi pergi, Sabh."

  "Mau makan apa anakku, Mbak?" Bibirku tersenyum sumbang mengucapkan perkataan tersebut, seharusnya dengan kondisi sekarang ini aku sedang enak duduk-duduk menikmati masa-masa kehamilan bukan malah pusing memikirkan biaya persalinan dan masa depan bersama anakku nanti.

  Ternyata begini ya susahnya menjadi orang tua tunggal.

  "Kamu sih, kenapa enggak nikah sama Ali aja sih? Ayah sama Bunda kemarin katanya setuju juga kok."

  Harus bagaimana aku mengatakan kepada mereka jika aku kini tengah teraumah untuk membangun kisah yang baru?

  "Enggak segampang itu, Mas."

  "Kita semua udah setuju tinggal kamu aja, Sabh," tutur Mbak Salma yang kali ini berpihak kepada Mas Adit bukan kepadaku seperti biasanya.

  "Mas, Mbak, kalian jangan lupa kalau aku pernah gagal dalam rumah tanggaku," lirihku kemudian tersenyum sumbang.

  "Kamu takut Ali kayak gitu?"

  Aku tak mengangguk juga tak menggeleng yang aku lakukan hanya diam tak ada niatan untuk menjawab, bukankah seharusnya mereka paham bagaimana kondisiku sekarang?

  "Atau kamu masih cinta sama Azzam?"

  Bolehkah jika aku menjawab kedua pertanyaan itu dalam satu paket dengan kata 'ya'. Aku takut jika Ali melakukan hal yang sama dengan Mas Azzam, karena ada kemungkinan mengingat mereka sepupu sedarah dan aku juga belum bisa menggeser bayang-bayang dari mantan suamiku itu. Wajarkan?

  "Mas, aku bukan anak SMA yang mau memutuskan untuk nikah muda."

  Entahlah untuk sekarang ini membahas prihal pernikahan suatu hal yang sensitif bagiku.

Tentang Sebuah Rasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang