Part 21

2.6K 159 13
                                    

Halo gaes, jadi seharusnya part 20 semalem aku update tpi karena jaringan jelek jd hari ini aku double up

Sudah vote, dan share?

Sudah dimasukan perpus belum?

Siap ngeramaikam kolom komentar?

Kuy follow aku

Warning : banyak typo menjegal

Happy reading

Beberapa tahun kemudian ....

  "Al, kamu dimana?"

  Dengan ponsel yang terselip diantara khimar dan telinga juga tangan yang sibuk dengan jilid-jilid kertas juga para pengunjung yang antre begitu banyak kini rasanya pinggangku ingin lepas karena tak ada duduk sedari tadi.

  "Tempat biasa, kenapa?"

   Suara balasan dari sebrang sana terdengar begitu santai dan senggang.

  "Bisa ke depan kampus enggak? Ramai banget udah dua jam aku enggak istirahat ini," keluhku sambil mengambil kertas jeruk bewarna biru kemudian menjilid makalah yang sudah aku print tadi.
 
   "Okey, tunggu 15 menit," putusnya membuat bahuku yang tadi seolah menegang kini telah mengendur mendengar perkataanya.

    Aku memiliki bisnis berupa tokoh foto copy di depan kampus, karena tempatnya yang strategis membuatku semakin bersemangat untuk menjalankannya. Dahulu tokoh ini milik Bang Kiki, abang-abang foto copy yang cukup terkenal di kampus kami karena keramahan juga kemurahannya. Namun, tokoh ini di jual karena beliau butuh biaya untuk menikah katanya, kebetulan harganya yang terjangkau dan tabunganku memadai jadinya aku memutuskan untuk membelinya apalagi kemarin bisa dibayar dua kali.

  Uang dari tokoh tersebut aku gunai untuk kebutuhan sehari-hariku dan uang gaji dari hasil kerja aku tabung setengahnya aku simpan di uang tak terduka karena kita tidak tahu kedepannya pengeluaran akan seperti apa, jadi aku sudah punya pegangan supaya tidak terkejut nantinya.

  "Assalamualaikum, lama ya?"

  Aku yang sedang fokus ke layar komputer menoleh sekilas ketika ada sebuah suara yang tak asing menyambar runguku. Ternyata Ali sudah datang.

   "Waalaikumussalam, enggak kok," jawabku jujur sebab lelaki itu memang tidak lama karena hanya sepuluh menit ia telah tiba.

  "Kak, bisa toling jilidkan ini enggak?"

  "Kapan mau diambil?" Bukan aku yang menanyakan tetapi Ali pelakunya, sebab ia kesini memang aku suruh untuk bantu-bantu.

  "Siap zuhur nanti."

  Ali mengangguk kemudian mengambil lembaran-lembaran kertas dari tangan seornag gadis dengan pashmina berwarna salem pastel.

  "Okey siap."

  "Al, ini aku mau kerja soalnya jam 2 nanti ada jumpa klien tolong gantiin ya."

Sudah hal biasa jika sedang genting begini Ali menjadi bulan-bulananku.

  "Ayesha siapa yang jemput?"

  Oh iya anak itu. Astaghfirullah. Hampir saja terlupakan, buru-buru aku melihat arloji berwarna perak yang melingkar indah di tanganku.

  Mengenai Ayesha, dia adalah gadis kecil yang aku perjuangan 5 tahun silam selama sembilan bulan sepuluh hari ia mendekam di dalam rahimku. Gadis ceria yang menjadi faktor utama kenapa aku bisa bertahan hingga detik ini kedatanganya yang awalnya membuatku ragu kini berubah menjadi bentuk syukur

Tentang Sebuah Rasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang