Part 25

2.8K 160 8
                                    

Siap untuk part ini?

Siap utk ramaikan komentar?

Jangan lupa kasih sesajen berupa vote dan komen

Kuy di share ke temen2 atau sosmed kalian

Jangan lupa mampir ke "Kesalahan"

Happy Reading.

.
.
.

  Bibirku sedari tadi tak henti merapalkan doa-doa berharap jika puteriku tak mengapa, bagaimana aku bisa mengatakan jika tak mengapa dengan aku melihat darah yang mengalir dari kepalanya begitu banyak dan eksperinya kesulitan mengambil napas itu masih terngiang-ngiang di kepalaku.

  Mendengar aku berteriak tadi mendadak semua orang yang berada di parkiran langsung berlari kearah Ayesha yang sudah tercampak, termasuk Mas Azzam dengan Azka yang baru keluar dari hotel.

  Hati ibu siapa yang tak pilu melihat dengan matanya sendiri sang anak tercampak akibat ditabrak motor?

  Rasanya kepalaku sungguh pusing akibat kejadian itu.

  "Bismillah, semoga Allah bisa bantu kita, Sabh."

  Aku melirik sekilas ketika Mas Azzam berkata demikian, telapak tanganku ku satuin di depan wajah karena begitu depresi.

  "Ini minum dulu, kamu enggak mau kan kalau Ayesha lihat kamu pucat?"

  Tanpa berpikir dua kali aku langsung mengambil sebuah tumbler berwarna cokelat yang aku yakini itu milik Azka disodorkan Mas Azzam.

  Dengan mengucap Bismillah aku menengguk minum tersebut setidaknya mengisi cairan di tubuh yang sedari tadi belum terasupin apapun.

  "Sabhrina!"

  Aku mendongakan kepala ketika mendengar sebuah suara, mataku berkaca-kaca ketika melihat keluarga ku datang karena tadi aku yang mengabari mereka.

  "Yang sabar, ya, Dek."

  Mbak Salma langsung mendekatiku kemudian mendekap tubuhku membuat air mata yang tadi sempat terhenti kini harus keluar lagi.

  Kepalaku mengangguk menanggapi perkataan kakam iparku.

  "Azzam kenapa bisa disini?"

  Aku melonggarkan pelukan ketika mendengar Ayah berkata demikian, kulihat raut wajah ayah begitu kurang mendukung karena melihat Mas Azzam.

  "Ehm, ceritanya panjang, Yah, nanti Sabh ceritakan," tuturku mencoba membuat setiuasi agak tenang sedikit.

  Mendengarku berkata demikian Ayah mengangguk kemudian melihat Mas Azzam dengan meneliti.

  "Asal enggak cari-cari kesempatan aja," ucap Ayah dingin dan langsung ngambil posisi duduk di sebelah Ali.

  Ketika melihat ke ruangan rawat Ayesha, aku spontan bergerak ketika melihat dokter yang menanganinya keluar bersama dua perawat yang menjadi asistentnya.

  "Gimana, Dok, anak saya?"

  Jantungku berpacu hebat melihat air wajah dari wanita dewasa di depanku ini, aku berhara jika ia tak menjawab percis seperti film-film yanh Bunda lihat di televisi.

   "Maaf, kami sudah melakukan semakasimal mungkin."

  Naudzubillah mindzalik.

Tentang Sebuah Rasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang