Dua belas
Meesam adalah orang yang sangat berarti di dalam kehidupan Laqueta, pria itulah yang membuatnya merasa berharga, Meesam yang membantunya untuk menghilangkan semua perasaan buruk yang dimilikinya.
Walaupun begitu, tetap saja Laqueta tidak bisa menerima keputusan Meesam yang menyuruhnya untuk cuti. Laqueta sudah lama bekerja, bahkan sebelum dia memiliki hubungan dengan Meesam. Ia pun mendapatkan pekerjaan itu tidak dengan mudah, apa harus ditinggalkan begitu saja? Hal ini memang terkesan egois, tetapi Laqueta bisa apa jika hatinya tidak menerima hal itu.
"Mami Ochi ngantuk," ucap Ochi seraya mengucek matanya yang sudah merah.
"Sini tidur di sebelah Mami." Laqueta menepuk sisi kasur di sebelah kanannya, gadis kecil itu naik ke tempat tidur dan langsung memeluk Laqueta.
Laqueta mencium dahi Ochi, lalu tangan kirinya mengusap punggung Ochi agar ia segera tidur. Laqueta bukanlah orang yang menyukai anak kecil, bahkan ketika anak kecil menangis, ia bisa mengabaikannya. Bahkan ketika Ojwala baru lahir, Laqueta pernah mengabaikan anaknya yang sedang menangis dan lebih memilih untuk memanggil asisten rumah tangga agar mendiamkan Ojwala.
Ketika Meesam mengetahui hal itu, ia tidak memarahi Laqueta. Pria itu memberinya pengertian dengan lembut, bahwa anaknya sangat membutuhkan dirinya, apalagi Ojwala baru lahir sehingga pasti akan sering menangis. Sebagai orang tua, mereka tidak bisa mengabaikan anaknya, melainkan harus memahaminya.
Sejak saat itu, Laqueta mulai mengubah sifatnya, ia tidak lagi mengabaikan Ojwala dan selalu berada di sisinya ketika anak itu menangis. Sifat abai Laqueta itu tidak sepenuhnya berubah, ia hanya perhatian kepada anaknya saja, jika dengan anak orang lain, Laqueta tetap saja cuek. Namun, lagi-lagi Messam tidak protes, bagi Laqueta, Meesam adalah orang yang bisa memahaminya dengan baik.
Nafas Ochi sudah teratur, mungkin karena kecapean ia tidur dengan cepat. Laqueta sangat menyayangi anak-anaknya, ia pun tidak bermaksud untuk egois sehingga lebih mementingkan pekerjaan daripada mereka. Namun Laqueta belum bisa memilih salah satu, antara pekerjaan ataupun anak-anaknya.
Laqueta menjauhkan tangan Ochi dari tubuhnya perlahan agar anak itu tidak bangun dan berakhir dengan merengek. Banyak hal yang dipikirkan Laqueta sehingga ia tidak bisa tidur dengan tenang, masalah ini harus diselesaikan secepat mungkin karena ia tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir.
"Kamu nggak tidur, Ta?" Meesam masuk bersama kedua anak laki-laki mereka yang sudah mengantuk, terlihat dari mata mereka yang sudah agak tertutup.
"Aku mau ngomong sama kamu."
Meesam merasa Laqueta akan mengatakan sesuatu yang penting, karena itu ia menidurkan Ojwala dan Ogya lebih dulu di tempat tidur agar mereka bisa bicara dengan leluasa.
"Kenapa, Ta?" tanya Meesam lembut.
"Aku nggak bisa nurutin keinginan kamu agar aku cuti selama itu," ucap Laqueta tanpa ragu, ia merasa keputusannya tidaklah salah, dan Meesam pasti akan memahaminya. Semoga saja.
"Kenapa?"
Laqueta melipat bibirnya karena tiba-tiba merasa gugup, Meesam memang lembut, tetapi dia akan berubah menjadi tegas jika keputusan yang dia ambil demi kebaikan keluarganya ditentang.
"Aku mendapatkan posisi itu tidak begitu saja, aku mendapatkannya sebelum aku memiliki hubungan dengan kamu. Aku nggak bisa relain pekerjaan aku begitu saja."
Meesam mengerti maksud Laqueta, dia tidak mau cuti begitu lama karena baginya pekerjaan itu sangat penting. Namun, apa Laqueta tetap tidak mau mengalah jika keadaannya seperti ini? Laqueta memang tidak sakit, tetapi Meesam sangat khawatir padanya.
"Ta, aku nggak minta kamu berhenti. Cuma cuti beberapa bulan, mau, ya?" Meesam tau Laqueta adalah tipe orang yang tidak bisa dipaksa atau didesak, jika Laqueta dipaksa, maka hubungan mereka akan menjadi renggang. Laqueta hanya bisa diberi pengertian dengan lembut.
"Aku nggak bisa, aku janji aku akan cuti kalau memang udah waktunya. Aku nggak mau mendapatkan perlakuan istimewa di kantor, aku harus profesional, kan?"
"Ini udah malam, ayo tidur. Kamu butuh istirahat yang cukup."
Meesam tidak ingin membahasnya sehingga ia menghindar, sepertinya permasalahan ini tidak akan selesai dengan mudah. Meesam harus memikirkannya baik-baik.
"Aku akan memikirkan kembali keputusan itu, jadi sekarang kamu harus istirahat. Jangan ngebantah, oke?" ucap Meesam karena Laqueta masih berdiri tanpa berniat untuk beranjak.
"Oke."
Walaupun belum ingin tidur, Laqueta lebih memilih untuk setuju karena ia tidak mau menentang Meesam lagi. Laqueta sadar dengan posisinya.
🐬🐬🐬
Keadaan Laqueta yang masih lemas membuat Meesam mengambil cuti untuk menjaga sekaligus membicarakan hal yang sempat mereka perdebatkan, Meesam rasa tidak benar untuk menunda-nunda karena Laqueta tidak akan sabar.
"Kamu nggak kerja?" tanya Laqueta setelah menghabiskan segelas susu yang dibawakan Meesam.
"Enggak, aku mau jagain kamu aja," jawab Meesam lalu meletakkan gelas di atas nakas.
Meesam menatap Laqueta seraya tersenyum lalu menggenggam tangan Laqueta yang terasa dingin.
"Kamu lakuin apa yang aku bilang, ya? Ini untuk kebaikan kamu juga."
Laqueta menunduk, ia pikir Meesam akan merubah keputusannya sehingga mereka tidak perlu berdebat lagi, namun dugaannya salah, Meesam tetap memegang keputusannya.
"Aku nggak bisa," balas Laqueta pelan, ia takut Meesam akan marah.
Kali ini Meesam yang terdiam, ia pikir Laqueta akan memikirkan anak mereka, ternyata yang dipikirkan Laqueta hanyalah pekerjaan saja.
"Kenapa begitu? Kamu nggak pikirin kondisi kamu?" Meesam bertanya dengan nada suara yang tegas.
"Aku baik-baik aja, aku nggak sakit, lagipula ini bukan yang pertama kalinya. Aku akan jaga diri aku."
"Untuk kali ini aja, apa kamu nggak mau nurutin kata-kata aku? Apa selama ini aku pernah nuntut kamu?"
Perasaan Laqueta kini campur aduk, walaupun dia sering berbeda pendapat dengan orang-orang, tetapi ketika berbeda pendapat dengan Meesam, rasanya akan lebih menakutkan. Meesam bukan orang asing baginya, jika pria itu marah, apa yang akan terjadi padanya?
"Kamu nggak pernah nuntut apapun sama aku, tapi aku mohon, jangan minta aku cuti selama itu. Aku akan mengikuti aturan perusahaan, jangan minta aku untuk melanggarnya."
"Kenapa tidak? Aku bisa memutuskan itu, bahkan aku juga bisa memecat kamu Laqueta."
Emosi Meesam sudah terpancing karena Laqueta tidak mau menurutinya, memangnya apa yang salah dengan permintaannya itu?
"Kamu nggak bisa ngelakuin itu! Kamu harus profesional."
Mata Laqueta berkaca-kaca karena tidak tahan dengan ucapan Meesam itu, kenapa Meesam berubah?
Meesam mencoba menenangkan dirinya dengan menarik nafas dalam-dalam. "Laqueta, kamu yang mancing emosi aku."
"Apa salah aku? Aku cuma mau mengikuti aturan dengan tetap bekerja. Apa yang salah?"
"Aku khawatir dengan kamu Laqueta, kenapa kamu tidak mau memahami itu?"
"Aku baik-baik saja."
Laqueta sungguh keras kepala, apalagi tentang pekerjaan, rasanya pekerjaan itu adalah prioritas bagi Laqueta.
"Sebenarnya apa yang kamu cari dengan bekerja? Kamu mau apa? Aku bisa ngasih apapun yang kamu mau."
"Bukan itu, aku cuma mau mandiri."
Keras kepala!
🐬🐬🐬
Jum'at, 19 November 2021Sambil nunggu cerita ini update, ayo baca cerita aku yang lain ❤
Revisi: Kamis, 6 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Byakta Family [Selesai]
General FictionIni kisah Laqueta setelah menikah, aku sarankan untuk membaca cerita 'Laqueta' terlebih dahulu ❤ Sifat Laqueta tidak akan bisa berubah walaupun status dan kehidupannya telah berubah. Setelah memiliki keluarga kecil yang tampak sempurna, Laqueta teta...