Dua puluh satu
Ucapan dari orang-orang tadi masih sangat berbekas pada ingatan Laqueta, sakitnya masih sangat terasa. Laqueta membuat identitasnya sendiri, tetapi kenapa jadi seperti ini? Semua yang Laqueta dapatkan adalah hasil usahanya sendiri tanpa bantuan dari Meesam, kenapa orang-orang itu membuat Meesam menjadi identitasnya.
Meesam mengajak Laqueta pulang duluan dari acara reuni itu karena tidak ingin membuat suasana hati Laqueta menjadi semakin buruk. Namun tetap saja, suasana hati Laqueta sudah terlanjur memburuk membuat perjalanan mereka hanya diisi oleh keheningan saja.
"Ta, ucapan mereka jangan kamu pikirkan, mereka nggak tau seberapa keras kamu berusaha untuk mendapatkan semua ini."
"Mereka memang nggak tau, karena ketidaktahuan mereka ini, aku diremehkan. Apa menurut mereka aku tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuan dari kamu?" Laqueta membalas ucapan Meesam tanpa menatap pria itu.
"Aku memang bekerja di perusahaan kamu, tapi bukan berarti aku mendapatkannya dengan begitu saja." Mata Laqueta memanas setelah mengatakan itu, entah kenapa dia menjadi cengeng seperti ini.
"Aku tau, Ta, kamu mendapatkan posisi di perusahaan dengan usaha kamu sendiri, bukan karena aku."
Meesam menggenggam kedua tangan Laqueta dengan tangannya untuk menguatkan wanita itu, tetapi sepertinya Laqueta tidak menginginkan dukungan dari Meesam karena dia langsung menarik tangannya.
"Aku penulis, aku menghasilkan karya, aku mendapatkan pembaca, itu murni karena usahaku sendiri. Kamu sama sekali nggak ada hubungannya dengan ini."
Laqueta terus mengeluarkan isi hatinya, Meesam tidak marah, dia justru lega karena Laqueta tidak memendamnya sendiri.
"Iya, Laqueta, mereka yang nggak tau apa-apa tapi berani komentar tentang kamu, aku mohon jangan terlalu dipikirkan karena nantinya kamu juga yang akan rugi."
Laqueta tersenyum tipis, memang dia yang akan rugi, tetapi apa ia bisa melupakannya? Melupakan ucapan orang-orang yang sudah terkesan meremehkannya seperti itu? Menganggap bahwa Laqueta tidak bisa mencapai apapun tanpa bantuan dari Meesam.
"Aku mau berhenti kerja di tempat kamu, aku mau ngembangin usaha aku aja, yang murni dari kerja keras aku sendiri," ucap Laqueta setelah berpikir. Mungkin ini yang terbaik untuknya, lepas dari naungan Meesam untuk urusan pekerjaan.
Laqueta menunduk sebentar. "Tapi meskipun begitu, kayaknya mereka akan bilang kalau usaha aku itu berkembang berkat bantuan kamu, bukan karena usaha aku sendiri. Susah ya jadi aku, apapun yang aku lakukan, pasti nggak akan dianggap sebagai usaha aku sendiri."
Meesam tertegun mendengar ucapan Laqueta, bagaimana bisa istrinya berpikir seperti itu? Padahal Meesam tidak pernah berpikir hal itu akan terjadi, bagi Meesam semua yang dihasilkan Laqueta adalah berkat usahanya sendiri, Meesam hanya akan mendukung dengan memberi semangat dan mendengar cerita-cerita Laqueta.
Namun semua yang dikatakan Laqueta ada benarnya, Orang-orang tidak akan tau apa saja usaha Laqueta dan menganggap bahwa Meesam yang menjadi kunci kesuksesan Laqueta. Meesam tau Laqueta pasti sedih dengan semua itu, Meesam tidak pernah menyangka bahwa kehadirannya menjadi alasan kesedihan Laqueta seperti ini.
Meesam kembali menggenggam tangan Laqueta. "Aku tau kamu pasti sedih karena ucapan mereka, tapi aku mohon Ta, jangan sampai ucapan mereka benar-benar mempengaruhi kamu. Kita tidak bisa mengubah pikiran orang, kita hanya bisa berusaha melakukan apa yang terbaik, komentar orang nantinya, itu adalah hak mereka yang tidak bisa kita kendalikan."
"Aku nggak sanggup Meesam, aku nggak sekuat itu," ucap Laqueta lalu dia mengusap air matanya yang tiba-tiba keluar.
"Ada aku yang akan selalu dukung kamu, ada anak-anak yang bisa menghibur kesedihan kamu dengan tingkah mereka." Meesam membawa Laqueta ke pelukannya lalu wanita itu mengeluarkan semua kesedihannya melalui air mata.
🐬🐬🐬
Laqueta tidur lebih cepat dari biasanya, Meesam maklum dan membiarkan Laqueta istirahat dengan tenang. Kini Meesam duduk di sofa mengawasi anak-anaknya yang sibuk dengan urusan masing-masing, untung saja mereka anteng.
Sebenarnya Meesam menyesal mengajak Laqueta datang ke acara reuni tersebut, niat Meesam awalnya adalah untuk membuat Laqueta terbiasa dengan orang-orang dan bercerita tentang apapun, bukan hanya meeting ataupun membahas masalah bisnis.
Namun niatnya justru tidak terwujud, bukannya senang Laqueta malah menjadi sedih dan hal ini justru akan membuat Laqueta enggan bergaul dengan orang-orang. Jika semua orang yang Laqueta temui bersikap seperti ini, maka pantas saja Laqueta lebih suka menyendiri.
Sendiri membawa ketenangan walaupun tidak punya teman dekat dan berkumpul membuat kepercayaan diri seseorang menjadi jatuh dan diremehkan secara tidak langsung, maka apa yang akan dipilih? Jika Meesam berada di posisi Laqueta, maka diapun pasti akan lebih memilih untuk sendiri saja.
"Papi ajarin Ojwala materi ini, Ojwala nggak ngerti, mami juga udah tidur," ucap Ojwala seraya menggoyahkan tangan Meesam sehingga pria itu tersadar dari lamunannya.
"Kenapa, Nak?" tanya Meesam karena ia tidak mendengar apa yang dikatakan Ojwala tadi.
"Ajarin Ojwala materi ini." Ojwala mengulang kembali permintaannya lalu menunjuk ke bukunya yang menampilkan bab baru.
Meesam mengambil buku yang dipegang Ojwala lalu anaknya itu duduk di samping papinya. "Di sekolah sudah sampai materi ini?" tanya Meesam.
"Belum, Ojwala mau belajar aja, di sekolah masih tiga bab sebelum ini," jawab Ojwala riang.
Meesam tersenyum lalu mengusap kepala Ojwala, anak sulungnya ini benar-benar suka belajar, berbeda dengan anak kembarnya.
"Jangan terlalu rajin sekarang, ya? Nanti kalau kamu sudah besar, Papi takut nanti Ojwala malah bosan belajar."
Ojwala menatap Meesam dengan raut wajah bingung. "Memangnya orang bisa bosan belajar, Pi? Belajar itu seru loh, Ojwala nggak akan pernah bosan belajar," ucap Ojwala dengan yakin.
Meesam tertawa kecil mendengar ucapan Ojwala, tidak ada orang yang bosan belajar? Justru kebanyakan orang yang dikenalnya sangat tidak suka belajar. Namun karena Ojwala masih kecil, Meesam bisa memaklumi pikirannya yang sederhana itu.
"Bisa saja orang bosan belajar, tapi Papi harap Ojwala akan terus rajin belajar sampai kamu besar nanti, jangan sampai bosan, ya? Belajar itu sangat penting untuk kehidupan."
"Oke, Papi. Ojwala nggak akan bosan belajar."
"Tapi Ochi nggak suka belajar." Ochi yang sedang asik meremas squishy akhirnya bicara setelah cukup menyimak pembicaraan Papi dan abangnya.
"Ochi sukanya apa?"
"Main."
"Selain main, Nak, kalau sudah besar Ochi mau jadi apa?" Meesam memperjelas pertanyaannya.
"Ochi mau jadi dokter biar bisa operasi orang," jawab Ochi cepat.
Meesam menatap Ochi dengan seksama, anaknya ini tidak suka belajar tapi mau jadi dokter.
"Ogya mau jadi apa?"
"Pilot yang bisa nerbangin pesawat."
"Pilot emang nerbangin pesawat, Ogya." Ojwala yang membalas ucapan adiknya, memangnya pilot ngapain kalau bukan nerbangin pesawat?
"Ojwala mau jadi apa?"
"Ojwala mau punya banyak usaha biar punya banyak uang kayak mami sama Papi."
Meesam lega, setidaknya salah satu anaknya ingin melanjutkan usahanya.
🐬🐬🐬Kamis, 30 Desember 2021
Sambil nunggu cerita ini update, ayo baca cerita aku yang lain.
My daughter dan
My daughter 2Ini cerita tentang Risha & Sima, teman Ochi dan Ogya di sekolah.
Laqueta
Ini cerita tentang Laqueta dan Meesam sebelum menikah.
Keinarra'a life (selesai)
Odira's nightmare (selesai)
Minami's life (selesai)
Revisi: Jum'at, 7 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Byakta Family [Selesai]
Ficción GeneralIni kisah Laqueta setelah menikah, aku sarankan untuk membaca cerita 'Laqueta' terlebih dahulu ❤ Sifat Laqueta tidak akan bisa berubah walaupun status dan kehidupannya telah berubah. Setelah memiliki keluarga kecil yang tampak sempurna, Laqueta teta...