ENAM BELAS-BYAKTA FAMILY

607 40 0
                                    

Enam belas

Meesam merenungi ucapannya tadi, pria itu merasa bahwa dia sudah keterlaluan. Tidak pantas baginya untuk menghina Laqueta seperti itu.meesam tau benar bahwa Laqueta adalah orang yang overthinking, tetapi dia tetap saja lepas kendali seperti tadi.

Entah apa yang dipikirkan Laqueta saat ini, cara berpikir wanita itu berbeda dari kebanyakan orang. Laqueta tidak akan marah pada Meesam atas semua ucapannya itu, wanita itu pasti menyalahkan dirinya sendiri.

"Kenapa semuanya jadi rumit," gumam Meesam dengan wajah yang tidak bagus untuk dipandang.

Emosi merusak segalanya, Meesam benar-benar menyesal, kini dia merasa takut. Meesam takut Laqueta akan meninggalkannya.

"Meesam."

Meesam menoleh ke belakang dan melihat Laqueta yang kini menatapnya dengan takut.

"Meesam aku mau minta maaf, untuk semua sikapku yang tidak baik. Aku tidak bisa menjadi pendamping yang baik untuk kamu, maafkan aku karena sudah menghancurkan semua harapan kamu, Meesam."

Kemarahan Meesam hilang tanpa tersisa sedikitpun, permintaan maaf Laqueta benar-benar membuat banyak perubahan dalam dirinya.

"Maafkan aku, Meesam. Aku akan melepaskanmu dari semua ini."

Meesam langsung memeluk Laqueta dengan erat, pria itu takut mendengar ucapan Laqueta tadi. Ucapan Laqueta tadi memang tidak memiliki makna tersirat, tetapi ada maksud tertentu dari kalimatnya itu.

Meesam mengangguk sekilas lalu mencium dahi Laqueta dengan penuh perasaan. "Aku maafin kamu, sudah jangan minta maaf lagi."

"Kamu bisa bebas kok." Laqueta mengatakan itu sambil menahan tangisannya.

Laqueta tidak ingin egois, Meesam berhak mendapatkan seseorang yang pantas dan bisa mengimbanginya.

Meesam sedikit menjauh dari Laqueta untuk melihat wajah wanita itu. "Kamu bicara apa, sih? Jangan bicara yang macam-macam."

"Udah, tenangin dulu diri kamu. Setelah itu baru kamu bicara lagi." Meesam tidak mau Laqueta mengatakan hal-hal yang tidak diinginkannya karena emosinya yang belum stabil.

Meesam mengambil segelas air yang berada di meja lalu memberikannya pada Laqueta.

"Maafin aku karena udah bilang kalau pekerjaan aku lebih penting daripada kamu, aku nggak bermaksud bicara seperti itu, aku lagi kesal," ucap Laqueta setelah meminum sedikit air.

"Maafin aku juga karena terus mancing emosi kamu. Kamu mau maafin aku?" Kali ini Meesam yang meminta maaf.

Laqueta menggeleng. "Kamu nggak salah, jadi aku nggak bisa maafin kamu."

"Kita berdua sama-sama salah karena kita tidak memahami perasaan satu sama lain, seharusnya saat emosi kamu lagi tidak stabil, aku nenangin kamu bukan malah memperkeruh suasana, begitupun sebaliknya."

Laqueta ingin bicara, tetapi Meesam menghentikannya dengan menggeleng pelan. "Aku harap ini adalah terakhir kalinya kamu bilang kalau kamu mau bebasin aku."

"Aku merasa bersalah sama kamu, aku nggak bisa jadi orang yang kamu harapkan. Aku terlalu sulit bergaul dengan orang-orang, aku tidak bisa mengatakan isi hati aku secara langsung," ucap Laqueta pelan.

"Aku tau itu, sebelum kita menikah aku pun sudah tau hal itu, Ta. Aku juga tidak mempermasalahkannya, aku memahami perasaan kamu, sifat seseorang tidak bisa diubah begitu saja, aku juga tidak menuntut kamu untuk itu."

"Terimakasih," gumam Laqueta.

Meesam kembali memeluk Laqueta, rindunya sudah terobati, walaupun tinggal di satu atap, tetapi karena mereka sedikit bertengkar, Meesam merasa kehilangan.

Byakta Family [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang