Akhirnya ....
Sampai sebulan nih, yah.
Panjang juga partnyaSo, sad reading❣☺👍
***
"Makasih ya Tante, Kak Aluna udah mau bantuin Asya sama Caca beberes buat pulang," ujar Asya sambil sedikit membungkukkan badannya ke depan, bentuk hormatnya pada Tante Cika.
Tante Cika tersenyum simpul, "Iya, sama-sama Rasya." Setelahnya menoleh pada seorang pria yang tengah berbaring memunggungi posisi mereka yang terdapat disamping tempat tidur Caca.
"Ini ruang VIP-nya buat dua orang, yah?" tanya Tante Cika memastikan.
"Sebenarnya tidak, Tante. Tapi Mamanya Caca yang minta sama pihak rumah sakit. Itu Ayah Asya, Tante," jelas Rasya sekenannya. Jujur saja tiba-tiba ia merasa sangat malu dan tidak pantas berada di sini, diantara orang-orang ini apalagi dengan Caca, merasa sangat tidak pantas. Ditambah lagi dengan hubungan ia dan ayah Renald yang sedang tidak baik dan sangat butuh kejelasan.
Cika hanya mengganguk singkat. Sedangkan Aluna mengeluarkan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.
Jadi ... Om Renald itu ayah Rasya. Berarti, "Sumpah!" teriak Aluna mendadak yang mengejutkan Caca, Rasya, dan Cika juga Renald yang tidak mereka sadari terbangun dari tidur lelapnya.
Cika menepuk lengan Aluna, "Kamu kenapa sih, Nak? Tadi katanya sakit. Sekarang malah gak jelas gini teriak-teriak. Aduh, Aluna!"
Tante Cika memijat dahinya pelan. Aluna emang keterlaluan banget sih udah bohongin dia dengan pura-pura sakit sampai dilarikan ke rumah sakit.
Yang dikatain sama Tante Cika cuma bisa cengengesan gak jelas sambil gelendotan di lengan Mamanya.
"Hehehe. Maafin Luna ya, Ma. Tadi tuh Luna emang beneran sakit. Sumpah," ujar Aluna sambil membentuk piece debgan kedua jarinya lalu kembali melanjutkan akitivitasnya yang sempat terhenti dengan memasukkan pakaian Caca kedalam tas.
Cika hanya bisa menggelengkan kepalanya pasrah sambil mengemas barang-barang Caca untuk dibawa pulang.
Aluna pun memilih membungkam kalimat yang ingin ia keluarkan mengenai Renald, Ayah Rasya yang tengah ia curigai. Mungkin mencoba membicarakan hal ini dengan Cika sepulang mengantar Caca adalah pilihan yang tepat. Toh bisa jadi feelingnya benar mengenai Rasya, Om Renald, dan Caca.
***
Tiba-tiba saja suasana menjadi canggung. Tak ada satupun yang membuka suara. Padahal percakapan terakhir tak ada menyinggung apapun. Entahlah, mungkin mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing sembari beberes.
"Tante, Kak Luna! Asya ke administrasi sebentar, yah. Mau mengurus pembayaran akhir," ucap Rasya memecah sunyi, membuat semua menoleh kearahnya termasuk Renald yang tengah berusaha terlelap kembali setelah tidurnya terusik.
"Pembayaran akhir?" Cika mengulang akhir perkataan Rasya dengan wajah penuh tanda tanya, "Bagaimana bisa?" tanya Cika memastikan.
Rasya yang peka dengan sigap mengambil dompetnya dan menunjukkan kartu kredit yang diberikan Valen sebelum beliau pergi keluar kota untuk bekerja.
"Rasya dikasih ini sama Mama Valen. Katanya untuk bayar biaya rumah sakit Caca ... dan ayah Rasya," jelas Rasya melemah diakhir perkataannya dengan kepala tertunduk ke belakang.
Rasya gak bisa mendeskripsikan banyak kata pada dirinya selain dari kata 'malu' pada semua yang ada disini. Malu dengan Tante Cika, dengan Kak Aluna, dengan keadaan ayah Renald dan dirinya, dan yang utama sekali malu dengan Caca yang ternyata kastanya sangat jauh diatas dibanding dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Girl (Revisi)
Teen FictionCerita pertama Amira Mazaya (Tahap revisi) Hidup dengan bergelimang harta serta eksistensi yang tiada henti. Masyarakat terkagum-kagum pada mereka. Berbagai pujian terlontarkan di dunia nyata maupun dunia maya. Tetapi, tentu saja ada sorot iri dan b...