sad girl | 20

266 28 17
                                    

"Emang hari ini sekolah, yah?"

Caca tak bergeming. Ia masih menyembunyikan badannya di dalam selimut tebal berwarna ungu muda itu.

"Iya, sayang. Yuk, bangun dong."

Caca terbelalak. Suara siapa itu?, batinnya bertanya.

Dalam sejekap Caca bangkit dari tidurnya. Matanya bergerak liar, mencari sumber suara yang cukup asing ia dengar dipagi hari.

Mama valen terlihat berdiri di ambang pintu dengan tangan bersedekap. Caca menatap mamanya dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Ada yang berbeda, pikirnya.

Jika mamanya selalu berbalut pakaian rapi di setiap harinya dan pasti akan buru-buru berangkat hingga Caca pun tak pernah sempat melihatnya. Kali ini berbeda.

Dengan setelan daster berwarna jingga mamanya datang memasuki kamar seraya membawa nampan berisi sarapan.

"Pagi, sayang," Vallen tersenyum, "gimana tidurnya, nyenyak?"

Caca mengganguk.

"Geser dikit, dong," pintanya lalu duduk di ujung kasur Caca.

"Tadi Mama nyoba bikin ini. Yaaa, dibantu Bi Siti sih sebenarnya. Tapi, Mama buat juga, kok."

Valen menyodorkan nampan berisi sepiring omelet dan segelas susu hangat.

"Makasih, Ma." Caca mulai meneguk susu hangatnya lalu melahap omelet ala Mamanya.

Valen memandanginya cukup lama. Tatapannya seperti menyiratkan pada suatu hal yang tidak Caca pahami apa hal tersebut.

"Udah lama yah kita gak begini. Caca udah besar aja." Valen mengelus surai hitam Caca pelan lalu mengecup dahinya cukup lama.

Seketika darah Caca berdesir hebat. Entahlah, munkin faktor kerinduan yang membuatnya jadi begini. Yang jelas Caca menyukainya. Walau ia sempat syok diawal.

Caca tersenyum.

"Udah, Ma," Caca menarik dirinya mundur.

Kentara sekali terlihat wajah Valen yang penuh rasa bersalah.

"Caca mau makan, Ma," jelas Caca.

Valen ber oh ria. Ia kira anaknya masih belum memaafkannya.

Caca menghabiskan makanannya sebari mengobrol santai dengan Valen. Ini menjadi suatu moment indah yang kelak akan Caca simpan di ingatannya serta diary pemberian Ayahnya.

Ah, Ayah. "Ayah dimana sekarang? Caca rindu," batinnya berbicara.

"Caca, kenapa diam?" tanya Valen khawatir.

"Gak papa, Ma," Caca menatap jendela, "Ma, Caca telat!"

Setelahnya Caca terbang ke sekolah dibantu Valen yang paniknya luar biasa.

***

Sekelebat kejadian terlintas di benaknya. Padahal kelas sedang berlangsung saat ini.

Ia mengingat bagaimana Ayah dan Mamanya melempar barang-barang di tengah hujan petir di malam hari. Dengan ia yang ketakutan sambil memeluk kembarannya, Aras.

Caca memanggilnya Aras saat itu. Dan ia sendiri memanggil dirinya Rai.

"Rai? Rai -- sa?" Cicit Rasya diakhir karena raut wajah Caca yang mendadak berubah.

Caca menoleh, "apa?" jawabnya dengan nada suara yang cukup tinggi. Dirinya merasa terusik.

"I -- itu, " Rasya sedikit tertunduk, "tugas membuat cerpen. Tapi berdua. Caca mau sama siapa?" Dengan jelas Rasya memaparkan lalu bertanya padanya.

Sad Girl (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang