Hai! Update lagi😁
Setelah sekian lama. Mira minta maaf, yah. Kemarin sibuk banget ujian kelulusan. Doain aja semoga hasilnya memuaskan😇
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan🙏
Jangan lupa Vote dan comment
💜Happy reading💜
Mata Caca sudah sangat membengkak. Bagaimana tidak. Sudah berapa lamai ia disini, menangis sendirian. Dan, tidak ada satupun teman yang datang menghampirinya.
Oh, iya. Diakan tidak punya teman.
Caca tersenyum getir.
"Lagi-lagi, begini lagi."
***
Rasya mencebik kesal. "Gimana, nih?" ujarnya dengan frustasi.
"Ya, gak gimana-gimana," balas Zarga sekenannya.
"Ih, engga' membantu banget kamu, Ga," tutur Rasya kesal.
"Terus, gimana? Nana ga' tau Caca itu dimana." Haina menyahut dengan raut wajah khawatir.
"Ya, gak gimana-gimana," balas Zarga, lagi.
"Cukup Ga, Na. Sekarang kita cari tau di mana Caca sekarang," cela Rasya.
Rasya mulai beranjak, menghampiri beberapa teman sekelasnya yang tengah sibuk bermain di sudut kelas.
"Kalian ada liat Caca?"
***
Tak peduli peluh yang semakin membanjiri sekujur tubuh, Rasya terus berlari menuruni anak tangga disusul dengan Zarga dan Haina.
Taman sekolah adalah tempat yang Rasya tuju.
Dengan gesit, langkahnya semakin cepat mendekat.
Dari kejauhan ia melihat Caca yang duduk bersandar pada pohon membelakangi dirinya. Lantas ia langsung mendekat dan memeluk Caca.
Caca tersentak lalu menoleh, siapakah gerangan yang berani memeluk dirinya?
"Rasya?" Caca berujar pelan.
Rasya hanya mengganguk singkat lalu mengeratkan pelukan tanpa bersuara sedikitpun sembari mengatur napasnya.
Tak lama Zarga pun hampi sampai. Tapi, ia berhenti kala melihat eratnya pelukan dua insan yang berada dihadapannya.
"Kenapa, Ca? Kapan lu bisa tau, hm?" batin Zarga kesal.
Disusul Haina yang sudah ngos-ngosan karena sudah berlari terlalu jauh. Bayangkan saja dari lantai tiga harus berlari sembari menuruni beribu-ribu anak tangga, itu hiperbola sekali. Lalu dari lantai satu menuju taman memakan jarak sekitar duapuluh meter, huh hiperbola sekali. Itu pasti sangat melelahkan, bukan?
Gak, emang iya melelahkan.
"Huh..., huh. Mana..., mana Ca--ca?" celetuk Haina dengan nafas tersendat-sendat.
"Itu." Zarga menunjuk kearah dimana terdapat Rasya dan Raisa tengah berpelukan.
"Hah, mana?"
Haina melihat keduanya dengan mata dan kepala sendiri.
"Sebenarnya ada apa, sih?" Gua gak ngerti, elah," rengek Haina sembari terduduk dengan meluruskan kedua kakinya yang sudah sangat lelah.
Zarga memilih bungkam tak ingin menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Girl (Revisi)
Teen FictionCerita pertama Amira Mazaya (Tahap revisi) Hidup dengan bergelimang harta serta eksistensi yang tiada henti. Masyarakat terkagum-kagum pada mereka. Berbagai pujian terlontarkan di dunia nyata maupun dunia maya. Tetapi, tentu saja ada sorot iri dan b...