Adriana tengah menulis sesuatu di atas kertas. Gadis itu baru tersadar untuk menanyakan bahasa yang tidak di mengertinya yang dimimpikannya kepada penerjemah di Kekaisaran. Ia ingat saat itu melihat pohon besar yang tumbuh. Hanya pohon itu. Lalu setelahnya keluar kalimat dengan bahasa yang tidak mengerti nya dibarengi cahaya.
Tiba-tiba, kegiatan menulisnya terhenti. Adriana tersentak merasakan sesuatu yang tak beres terjadi pada Elden. Stok mana yang diberikannya pada lelaki itu saat akan pergi memungkinkan diantara mereka satu sama lain dapat merasakan keadaan masing-masing. Buru-buru, Adriana mengeluarkan buku sihirnya dan mengucapkan matra.
Muncul sebuah layar yang dikelilingi aliran sihir putih. Adriana menatap datar layar itu yang menunjukkan pertarungan Elden dengan Ezekiel. Di sekeliling mereka pun terdapat banyak orang yang menonton. Adriana menggelengkan kepalanya frustasi melihat itu.
“Pangeran Pertama Elden De Nightingale!” tegas Adriana.
Dibalik layar sana, Elden yang mendengar suara yang dikenalnya langsung menoleh dan mendapati layar sihir yang sudah tercipta di belakangnya. Tahu jika Adriana yang ada di layar itu, lelaki bersurai merah dengan iris emas itu langsung tersenyum tanpa rasa bersalah dan menundukkan kepalanya. Ezekiel pun langsung mundur untuk menghindari pandangan akan keberadaannya.
“Apa yang kau lakukan? Seharusnya kau segera istirahat, bukannya bertarung dengan Ezekiel.” Ucap Adriana dengan tatapan tajam.
Elden mendongak, “Jangan hanya salahkan aku, Kakak. Ezekiel yang memulai.”
“Tidak, Putri. Saya hanya diam sedari tadi.” Timpal Ezekiel.
Mendengar itu, Elden langsung menatap tajam Ezekiel. Ezekiel hanya mengalihkan pandangannya dan bersiul tanpa rasa bersalah. Dehaman Adriana membuat Elden kembali menoleh ke layar dan menundukkan kepalanya lagi. Orang-orang yang melihat itu terkagum. Terlebih lagi, terdapat layar yang muncul secara tiba-tiba di sana.
“Apakah itu sihir? Habat sekali.” Bisik seseorang.
“Benar, lebih efektif dari pada mengirim surat menggunakan sihir.” Balasnya.
“Bahkan itu lebih hebat dari pada telepati.”
“Mereka benar-benar hebat.”
Elden yang mendengar bisik-bisik itu hanya mendengus kesal. Apakah mereka benar-benar tidak tahu hanya dengan sihir seperti itu? Manusia di luar Nightingale sangat ketinggalan zaman sekali. Elden benci mengakuinya jika ia harus mengajari para manusia disini dasar-dasar sihir.
Menghela nafas lelah, Adriana hanya bisa berharap jika Elden tidak kembali membuat keributan. Nama baik Nightingale kini berada di bahu Elden dan juga Ezekiel selaku pasukan bantuan yang dikirim Kekaisaran. Dan beberapa hari inipun, Adriana akan menyusul ke sana untuk ikut membantu juga.
Adriana menggeser layar sihir didepannya hingga membuatnya menghadap pada orang-orang disana, “Maaf atas perlakuan Elden yang membuat kekacauan disana. Saya Putri Pertama Kekaisaran Nightingale, Adriana De Nightingale. Semoga kita bisa berkerja sama dengan baik untuk perang ini.”
“..”
Layar kembali menghadap Elden, “Elden, jaga sikapmu selama aku tidak ada disana. Nama baik Nightingale sekarang ada di pundakmu. Buktikan jika kau bisa menjadi Kaisar selanjutnya.”
“Cih, siapa juga yang mau menjadi Kaisar? Masih ada dia yang menjadi Putra Mahkota. Kakak memang keras kepala.” Gerutu Elden dengan lirih.
“...”
“Entah kenapa aku merasa kesal. Apa kau membicarakan sesuatu, Elden?” tanya Adriana tiba-tiba.
Elden langsung mengangkat kepalanya terkejut dan bekeringat dingin. Lelaki itu langsung menggelengkan kepalanya, “Ti-tidak, bukan apa-apa. Se-sebaiknya Kakak kembali bekerja, Kakak sibuk kan? Cepat selesaikan agar bisa menyusul kemari.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Of the Villain || S2 (END)
FantasíaChiara tahu jika perannya sebagai villain di sebuah cerita tidak benar-benar berakhir. Ending bahagia yang disusunnya selama ini terasa sia-sia setelah perlahan-lahan, alur dari cerita yang dibacanya berubah. Hubungan yang selama ini dianggap Chiara...