Perasaan Ali.

2.1K 115 14
                                    

*
*
*
*
*

{ raib - ali }
Sore hari yang menyenangkan, langit cerah dengan awan yang indah. Sayangnya aku tidak sempat memperhatikan nya.

Aku mendengus kesal. Kemana dua sahabatku itu? Kami janjian jam 3 dan sudah lewat 15 menit mereka belum datang.

Kalau Ali yang telat sih sudah tidak aneh, tapi kenapa kali ini seli ikut ikutan?

Ting!

Panjang umur! Baru aku ingin mengumpat lagi, suara notifikasi hp ku berbunyi. Pesan dari seli.

Seli:
Ra.... aku tidak bisa datang hari ini

Kenapa sel?

Seli:
Aku ada urusan ra.... maaf yaaa.....

Baiklah..... semoga lancar

Aku menghela nafas lagi. Ternyata seli tidak datang. Berarti aku hanya berdua deng- APAA!! HANYA BERDUA DENGAN ALI??!!

"Hai ra... maaf lama menunggu."

Suara ali terdengar. Aku menoleh ke samping. Arah dia datang.

Aku mengangguk. Lama kelamaan terbiasa dengan keterlambatan dan wajah tanpa dosa ali.

"Seli belum datang ra?" Tanyanya

Aku menggeleng

"Seli tidak bisa ikut. "

Ali hanya mangut mangut saja.

¤¤¤¤¤¤¤

Kami berdua naik kereta listrik. Mumpung Masa uji coba, gratis. Ali juga tidak misuh misuh membahas dunia paralel seperti biasa. Dia asyik memperhatikan teknologi kereta listrik. Menganalisis kekurangannya.

Aku menatapnya lamat lamat

Ali, buat kalian yang belum mengenal nya dengan baik, mungkin kalian akan berfikir dia berandal, tidak baik, tidak disiplin, pemalas, dan sebagainya. Tapi jika kalian sudah sangat dekat dengan nya, kesan yang didapat akan berbeda.

Aku dan seli bersahabat dengannya sudah cukup lama. Sudah cukup mengenalnya. Setidaknya apa yang terlihat darinya. Ali jenius, kami akui tidak ada yang bisa mengalahkan kepintarannya di seluruh konstelasi garis luar. Dan beruntungnya kami, dia mau menjadi ahli strategi tim kami. Dia pernah melakukan beberapa kesalahan, itu benar. Tapi lebih dari itu, ali adalah ahli strategi terbaik yang pernah ada. Dia tahu segala kemungkinan yang akan kami hadapi. Dan bisa mengambil kemungkinan terbaiknya. Orang yang bisa mengembalikan semangat, optimisme dan kepercayaan.

Hanya satu yang sering membuat kami setengah sebal, seperempat kasihan dan seperempat ingin tertawa. Yaitu saat dia lapar. Dia akan sangat berisik, cerewet, kalimatnya melantur persis orang yang demam 40 derajat celsius.

Dan dia juga--

"Kenapa kamu menatapku terus ra?" Suara ali menyadarkan ku.


Blushh

Pipiku memanas, aduh.... sudah keberapa kali aku ketahuan memperhatikan nya.

"Kamu suka padaku ya ra?" Tanya ali dengan muka menyebalkan.

Blushh

Alih alih marah, aku justru salah tingkah.

"Hah? Ti.... tidak a...ali..." Sumpah demi apapun Aku ingin menjawab lebih banyak tapi mulutku seakan terkunci.

Dia hanya mengangguk dan tertawa cekikikan

5 menit

Hening

"Kamu ke stasiun naik apa ali?" Aku bertanya, memecah lengang.

"Jalan kaki. Rumahku tidak jauh ra." Jawabnya.

Aku mengangguk. Teringat rumah ali yang seperti istana itu. Lalu teringat sesuatu soal suasananya. Aku bertanya.

"Apa kamu tidak kesepian ali?"

Ali menoleh, dahinya mengkerut. Bingung.

"Maksudku... kamu tinggal sendiri di rumah yang sangat besar, hanya ditemani asisten rumah tangga. Apa kamu tidak kesepian? Di basement seharian, sendiri?"

Ali terdiam. Raut wajahnya berubah.

Aku jadi menelan ludah. Apa kalimatku salah atau menyakiti hatinya?

   "Um.... maaf kalau kau tersinggung ali."

Ali menoleh lalu menggeleng

   "Tidak apa ra, justru aku senang kamu menanyakannya. Jawabannya, iya aku memang kesepian. Tapi itu dulu. Kenapa aku harus kesepian sekarang? Aku memiliki sahabat luar biasa. Nona tangan penyembuh dan Nona tangan berpetir."

Ali terkekeh setelah mengatakannya. Aku ikut tertawa kecil.

   "Omong omong, kamu tahu rumor yang beredar di sekolah ra?"  

Aku menggeleng.
    "Memangnya rumor apa ali?"  

    "Eh,itu...."

Ali menggaruk tengkuk nya. Terlihat gugup dan salah tingkah. Sedetik kemudian wajahnya memerah.

   "Me....mereka bi..lang kita ber...berpacaran ra."    Katanya terbata bata. Wajahnya makin memerah.

Pipiku seketika menghangat.

   "Ta... tapi, eh, jangan khawatir ra, itu cuma.. eh, cuma rumor."    Ali menggaruk tengkuknya lagi.

Melihat ali yang gugup, sepertinya seru untuk menjahilinya.

   "Kau yakin hanya menganggapnya rumor ali?"   Tanyaku iseng.

Ali menoleh. Mengacak rambut berantakannya. Gugup.

   "Biasanya kamu tidak peduli pada rumor apapun ali. Kenapa sekarang kau peduli? "     aku melanjutkan menjahilinya.

Wajah ali makin memerah. Sekali lagi ia menggaruk tengkuknya gugup.

   "Atau sebenarnya kau menginginkan rumor iya jadi nyata ali?"   Lanjutku lagi

Savage!

Ali menundukan kepalanya. Menyembunyikan rona merah di pipinya.

Aku iseng menggunakan teknik penyembuhan di punggung nya. Saat aku cek, detak jantungnya 5 kali lebih cepat.

Aku menatapnya bingung. Aku hanya bercanda, kenapa ia jadi berdebar? Atau jangan jangan......

Mukaku memerah memikirkan kemungkinan itu.

'Apakah ali suka padaku?'










Hi all

Jangan bosen buat vote yaa

Salam manis dari seli

A Good(shit) Friendzone ~Rali~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang