(3) Keluarga Ali

966 46 2
                                    

Woah.... seneng banget.... makasih semuanya atas apresiasi yang diberikan....

And... pengen nanya dong.... ada yang pernah beli buku 'earth' alias bumi versi english nya gak?

Kalau ada.... pada paham gak si.... gue maksain beli karna penasaran (padahal bisa pinjem bumi aja) dan akhirnya pusing.

Biasa baca buku sehari abis, ini 3 hari belum abis dong....

Padahal buku BDUT aja abis 3 jam, hiks....

Oke oke... hentikan obrolan absurd ini. Mari lanjut ke cerita.

******

(Raib POV)
     Pagi hari kesekian kali, embun turun membasahi daun daun di pohon. Matahari tampaknya akan bersinar terik hari ini, tak ada awan di langit.

      "Kamu mau mampir ke rumah ali dulu, ra? Katanya dia sakit."    Tawaran papa memutus lamunanku. Pagi ini aku berangkat bersama papa.

      Aku menggeleng.   "Ali sudah sembuh kemarin pa."   Papa mengerutkan dahi,    "loh, bukannya kamu kemarin izin tidak masuk untuk merawatnya ra? Kok sekarang sudah sembuh?"

      Aku tertawa kecil.     "Ra bahkan bisa menyembuhkan patah tulang dalam waktu 10 menit pa, kalau cuma demam dan kecapekan sih, mudah."    Aku berkata dengan agak sombong. Sial! Sepertinya aku ketularan ali.

      Papa tertawa. Mengacak rambut panjang ku. Sejenak mobil kami berhenti, lampu merah.     "Kamu mau kuliah dimana ra? Dan apa cita citamu? "   Papa mengambil topik percakapan.

      Papa mengangguk.    "Soal mau jadi apa, ra belum tahu pasti. Kalau ali dan seli mau, ralat. Ali pasti mau. Raib ingin menjelajah dunia paralel."    Aku melanjutkan.

      "Tapi kalaupun tidak terwujud, Raib ingin kuliah jurusan sastra. Sepertinya seru."

      "Kampusnya?"

    Aku menggeleng, Belum memilih.    "Mungkin ABTT, ra harus lebih mengenal kampung halaman ra kan?"

      Papa mengangguk angguk.     "Bagaimana dengan teman temanmu ra?"

      Aku mengangkat bahu.    "Seli mau jadi dokter, seperti ibunya. Tapi dia belum memilih kuliah dimana. Kalau ali, entahlah dia ingin jadi apa. Baginya Kuliah hanya untuk mendapatkan ijazah. Bukan menambah ilmu, ilmu di otaknya sudah terlampau banyak."   Aku berkata dengan nada bergurau. Papa juga ikut tertawa. Setelahnya kami mengobrol hal hal kecil.

       "Baiklah ra.... silakan turun karna kamu sudah sampai."   Papa mempersilakan aku untuk keluar. Tak terasa memang, aku sudah sampai di sekolah. Dan hal pertama yang aku perhatikan saat masuk gerbang sekolah adalah








Ali.

     Ya! Si biang kerok itu datang pagi pagi sekali. Aku menyapanya.

     "Pagi ali!"   Seruanku membuatnya menoleh. Dia tersenyum, menjawab.     "Pagi juga ra."

      "Bagaimana keadaanmu sekarang?"   Aku bertanya.

       Ali mengangkat bahunya pelan.    "Tidak buruk, terimakasih sudah menolongku kemarin, ra."

       "Yeah, sama sama. Tapi kalau kamu mau membalas budi, mengajakku jalan jalan ke taman sepertinya cukup."     Aku nyengir. Dapat kulihat wajah ali agak terkejut.

      "Kenapa ali?"

      "Eh, tidak apa apa ra. Sore ini?"   Ia bertanya padaku.

      Aku mengangguk.    "Seli suruh ikut saja. Dia pasti mau."   Kataku.

A Good(shit) Friendzone ~Rali~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang