(7) Kala

748 32 15
                                    

Hai hai....
Gimana kabarnya semua? Udah pada baca SagaraS?
Aku sih... belum. Telat pre order soalnya...

Buat shipper Ali-Raib... siap siap patah hati (biasa... bang tere, kalau genrenya romance aja, pembaca bisa dibikin sakit hati. Apalagi kalau genrenya petualangan. Lebih lebih kalau aksi. Jangan ngarep berhasil ngeship deh....

________

    "Suratnya ada lagi."   Ali mengeluh pelan. Bukan karena bosan-- dia tentu saja bosan tapi bukan hanya sebab bosan. Tentu dia frustasi karena tidak berhasil memecahkan siapa pelakunya. Padahal itu raib.

    "Secret Admirer itu benar benar gila. Kenapa dia begitu terobsesi pada ali? Apa spesialnya coba? Di pasar minggu juga ada yang jual 100rb dapet tiga."   Raib disebelahku berkomentar. Aku tertawa, juga Juli di depanku. Sedangkan ali sebaliknya --dia tersenyum masam--

    Pagi ini... pagi ke sekian dikota kami. Tidak ada yang begitu spesial. Raib masih sering mengirim surat rahasia itu. Tapi kali ini berisi ledekan ledekan. Bukan pernyataan cinta. Kemarin raib berkata.   "Aku ingin move on saja sel, perasaan ini membuat semuanya ribet. Lebih baik aku menganggapnya sahabat saja."

    Aku hanya mengangguk angguk saja. Semoga raib berhasil, kasian juga melihatnya cemburu setiap ali bermain basket atau disapa siswi lain. Lagipula--

    "Hai raib, boleh aku bergabung disini?"   Suara kakak kelas pembimbing klub menulis terdengar dari samping. Namanya, shttt... mungkin raib akan marah kalau tau aku membocorkan nya, jadi diam saja ya! Namanya Kak Fauzan.

    Aku menoleh, benar, dia sedang bicara dengan raib rupanya. Dengan senyum berlesung pipi yang membuat wajah tampannya makin manis. Aduhhhh.... bisa bisanya raib tidak meleleh melihat senyumnya selama ini.

    Raib menoleh ke arah kami bertiga, meminta persetujuan. Juli mengangkat bahu tidak keberatan. Aku mengangguk sambil senyum senyum menaikkan alis, menggoda raib.

    Tapi ali protes   "kursinya hanya ada empat kan?"  Ujarnya.

    Aku menepuk dahi. Berbisik.   "Kan bisa mengambil dari meja lain.... gunakan otak jeniusmu dong! Peka sedikit... ada yang mau pdkt sama Raib!"

    Ali mendumel pelan. Aku menendang kakinya pelan. Si genius ini... bisakah lebih peka sedikit?!??!?! Ali akhirnya mengangguk.

    Well, bisikan kami tadi hanya bisa didengar olehku, ali dan juli. Jadi ekspresi raib masih normal sekarang. Sampai kakak kelas itu duduk di sebelahnya dengan kursi dapet nyomot.

    Ali tiba tiba menyeletuk.   "Memangnya kak Fauzan menyukai raib?"

    Aduh.... dasar menyebalkan! Tidak sopan! Aku menendang kaki kirinya, juli menyikutnya pelan. sedangkan raib lebih parah, sambil melotot garang, dia menginjak kaki kanan ali. Membuat ali mengaduh.

    Tapi kak Fauzan tidak melotot garang atau apapun. Dia diam dengan muka sedikit memerah. Lalu tertawa canggung sambil mengusap tengkuk.

    "Tergantung suka bagaimana yang kau maksud ali..."   katanya. Kami menatapnya, menunggu ia melanjutkan kalimat.

    Kak Fauzan berdehem kikuk.   "Eh...Kalau hanya suka tentu saja, semua pasti seperti itu. Cantik, baik, ramah, pintar, maksudku.... eh... orang bodoh mana yang tidak suka dengan gadis seperti itu?"   Muka kak Fauzan terlihat memerah sedikit. Ia memalingkan pandangan.

    "Kalau lebih dari sekedar kagum?"    Aku memancing kak Fauzan. Berhasil! Mukanya memerah.

    "Eh...um.... kalau itu.... Aku.... eh...? Aku... juga tidak bisa memastikan."   Muka kak Fauzan memerah sampai telinga.

A Good(shit) Friendzone ~Rali~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang