Haiiiii
Balik lagi nih....
Udah mau Ramadhan aja
Selama Ramadhan gak ada part aneh aneh dulu oke? Kecuali kalo nulisnya malem malem.
Oke.... Happy reading all
*"'*"'*"'
“KAU GILA!“. Juli menggebrak meja kantin saat Seli menceritakan kejadian kemarin. Ia emosi. “KAMU TAHU RAUB MENYUKAI ALI—MEREKA SALING SUKA. DAN KAMU TIDAK MENYUKAI ALI. TAPI KENAPA KAMU MENERIMA ALI?!!HAH?!!!“
“Tenanglah, Jul....“. Seli menarik nafas. Ia sudah menduga Juli akan mengamuk. Tapi tidak sampai membuat keributan di satu kantin kan? Sekarang semua orang menatap mereka. Juli menelan ludah. “Maaf.“ Cicitnya.
“Aku punya rencana Juli.....“. Seli menghela nafas pelan.
“Oh ya? Rencana apa? Menyakiti raib?“. Katanya sinis
Seli berdecak. “Bukan itu!“
“Lalu apa? Kalau kamu tidak menyukai ali kamu bisa menolaknya, kan? Bukannya memberi harapan.“
Seli menggeleng cepat. “Ali tidak mudah menyerah hanya karena ditolak. Aku harus menyadarkan dia lewat cara lain.“
Juli diam. Dia mulai mengerti arah pikiran Seli. “Jadi, dengan terikat padamu otomatis dia sama sekali tak punya alasan untuk kesal pada Fauzan kecuali.... Cemburu?“
Seli mengangguk. “Dan dia akan segera menyadarinya.“. Seli menunjuk, dan Juli mengikuti arah pandangnya. Terlihat Ali mengepalkan tangannya kesal di pinggir lapangan saat raib berjalan bersama Fauzan.
Juli mengangguk angguk. “Kau benar. Ini cara terbaik.“********
Fauzan kebingungan, cara apalagi yang harus ia kerahkan untuk menghibur gadis didepannya, Raib.
Dia terlihat kacau. Tatapannya kosong, seperti tidak memiliki semangat lagi. Apakah patah hati bisa se-menyeramkan itu? Fauzan sedikit bersyukur karna dia dulu tidak jadi mengatakan perasaannya pada raib.
“Kamu mau makan Ra?“. Fauzan menawari, entah untuk keberapa puluh kalinya.
Dan raib menggeleng. Entah untuk keberapa puluh kalinya.
Fauzan berdecak pelan. Padahal ia tadinya mengajak raib langsung ke rooftop saat jam istirahat agar perasaan raib membaik. Tapi
sepertinya tidak bisa secepat itu.
Yah... Bahkan suara tangisan raib yang menyakitkan itu terus terngiang di kepalanya.Fauzan tidak habis pikir. Bagaimana bisa Ali tidak baper dengan semua perhatian raib selama ini? Meski memang dengan cara marah marah, sebenarnya raib peduli. Sangat peduli.
Dan kalau ada orang yang bisa merubah perangai Ali jadi lebih terkendali, itu pasti raib. Fauzan menyaksikan nya sendiri.
Fauzan menatap raib. Gadis berambut panjang itu menangis lagi. Tidak meraung pilu seperti kemarin. Hanya tetesan air mata —yang membuatnya terlihat makin menyedihkan.
“Ra.......“. Fauzan menghela nafas. “Tolong jangan seperti ini.....“
Raib tidak menjawab. Dia hanya bisa menunduk.
“Ra!“. Fauzan menangkup muka raib dan mengangkat nya. Memaksa raib agar melihat ke arahnya. Wajah raib sembab, terutama matanya.
Fauzan tersenyum. Ia mengelus pelan kepala raib. “Jangan menunduk terus, nanti mahkotanya jatuh.“. Katanya lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Good(shit) Friendzone ~Rali~
Фанфик(One shoot + good (shit) friendzone) Ali dan Raib. Dunia paralel mempertemukan mereka melalui sebuah garis takdir panjang, mereka lahir atas perjuangan dan pengorbanan tak ternilai. Pengkhianatan, persahabatan, dan pertarungan mengiringi kisah...