Love Bunch

201 39 8
                                    

Sasa menyangga kepalanya yang terasa makin berat dengan kedua tangan, lantas diketuk-ketuknya beberapa kali puncak kepala yang rasa-rasanya mau meledak sebab terlalu banyak berfikir. UTS sebentar lagi, tapi Sasa masih sering diributi banyak hal yang sebetulnya tidak perlu dijadikan beban pikiran—seperti masalah magang Jeffrey, misalnya.

"Halo, cantik!"

Sasa tersentak dan seketika merinding saat suara, tidak, saat bisikan itu menyerang gendang telinganya secara kurang ajar. Gadis itu menoleh cepat untuk mendapati sosok yang beberapa menit tadi mengisi lamunannya kini tengah memamerkan lesung pipi yang disertai kekehan kecil menawannya.

"Ih! Ngagetin tau nggak?!" hardik Sasa dengan gemas, lalu membenarkan posisi duduknya.

"Pulang yuk, beb!"

Sasa dengan sisa kekagetannya tadi sontak mendelik heboh. "Apaan sih?!"

"Apanya?"Jeffrey menahan tawa yang sudah nyaris ambrol. Mereka ini pacaran sudah lewat setengah tahun, tapi Sasa masih aja nggak mau dipanggil dengan embel-embel kayak gitu. Jijay, bikin merinding katanya.

"Nggak usah aneh-aneh. Disini banyak orang!" desis Sasa.

"Ya bagus dong. Biar semua orang tau kalau kamu pacarnya aku."

"Bocah banget."

"Emang Sasa masih bocah kan? Buktinya pipinya gembil kayak gini. Gemes." Jeffrey menekan-nekan gemas pipi Sasa, lalu terbahak begitu gadisnya menampik tangannya dengan cepat.

"Ish! Jangan usil bisa nggak sih??"

Lagi-lagi Jeffrey tertawa, "Sensi banget sih? Ya habisnya kamu kalo marah bukannya sangar malah gemesin, gimana dong?"

Sasa baru akan menyahut sebelum suara sengak satu ini menyela, "Duh duh duh duuhhh... anginnya nggak lewat sini apa yaa? Gerah banget gilak!"

"Eh, halo Helen!" sapa Jeffrey tanpa dosa. Helen mendecih doang, sedari tadi cewek cantik itu cuman jadi penonton tidak dianggap padahal Ia duduk persis di depan Sasa.

"Dah sana, kalo mau bucin jangan di sini. Ganggu!" usir Helen sambil mengibas-ibaskan penanya. "Eh, enggak! Lo mending pulang deh Sa, ntar makin ngadi-ngadi perut lo."

"Heh? Kenapa? Perutnya kenapa??" Jeffrey panik tiba-tiba.

Sasa menggelengkan kepala, "Nggak, nggak papa. Nanggung dikit lagi."

Jeffrey sontak menghadang tangan Sasa yang hendak mengambil pena. "Hari ke berapa? Pertama ya? Udah pulang aja sekarang, yuk!"

Sasa terhenyak. Bahkan tanpa menjelaskan apa pun, Jeffrey bisa langsung mengerti dirinya. Tapi tugasnya ini sudah 75% digarap, tanggung sekali. Lagi pun Ia tak enak hati jika harus meninggalkan Helen sendirian di perpustakaan.

"Sshh!" Sergah Jeffrey, saat Sasa kembali mencoba meraih penanya. Kali ini ditambah sedikit pelototan pada matanya. "Nggak usah ngeyel!"

Sasa hanya bisa pasrah saat Jeffrey mengepaki semua buku-bukunya. "Yakin nggak apa gue tinggal?" tanyanya pada sahabat satu-satunya di kampus itu.

"Dih, lo kira gue bocah?" sentak Helen tidak terima.

“Nggak gitu.”

[✔] NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang