Sobber

141 34 15
                                    

Pagi tadi Sasa bangun dengan kepala berdenyut hebat, badan setengah menggigil, dan suhu tubuh yang sedikit tidak normal.

Sasa tau dirinya sakit, tapi manusia keras kepala super ngeyel satu ini tetap memaksa masuk kuliah. Alhasil yang terjadi ialah Alysa Milania yang hampir setadian hanya terlungkup menidurkan kepalanya di atas meja.

"Sumpah lo ngapain pake masuk segala sih? Tau lagi sakit juga." dumel Helen sejak kemunculan Sasa di ambang pintu.

"Gue nggak bisa skip lagi Len. Jatah absen gue udah abis." jawab Sasa lemah.

"Ya tapi sama aja kan kalo berangkat tapi elo nya kayak gini? Malah tambah sakit Alysa!"

Sasa mengibas-ibaskan tangan bermaksud ingin menyudahi percakapan tidak penting yang malah membuat kepalanya makin pening. Beruntung dosen mereka masuk bertepatan saat Helen ingin memulai lagi perdebatan.

Kelas dimulai. Sasa tidak fokus. Dan semuanya sia-sia.

Waktu terasa lambat sekali berjalan, Sasa nyaris tidak sanggup. Matanya sudah merah berair sebab perih dan rasanya panas. Tiba-tiba seseorang menyentuh lengan Sasa lalu menariknya pelan, "Ke ruang kesehatan. Gue anter."

Hendery ternyata. Bersekutu dengan Helen yang sudah mengangkat tangan tinggi-tinggi dan berujar, "Maaf, permisi pak! Mohon ijin mengantar Alysa ke ruang kesehatan."

Pria paruh baya dengan kaca mata bulat itu memicing, "Satu orang saja."

Hendery dan Helen saling melempar tatap. "Gue aja. Ntar kalo pingsan bisa gue seret dia." timpal Hendery.

"Udah nggak usah sok galak lo." Tukas Hendery sebelum Sasa sempat berbicara.

Sialan.


Sasa hanya bisa menurut saat tubuhnya dipapah pelan dengan lengan besar Hendery setengah melingkari tubuhnya. Baru juga keluar kelas Sasa udah nggak sanggup rasanya.

"Heh jangan pingsan dulu dong, ini masih jauh loh Sa!" panik Hendery karena tubuh Sasa terasa makin dan makin memberat.

"Katanya mau nyeret gue lo?" ini niatnya mau galak, tapi malah kedengeran kayak orang kurang makan. "Duduk dulu dong, Der."

Hendery menurut. Ditatapnya Sasa yang tengah menyandar lemas pada bangku dengan melas.

"Lagian lo kenapa nggak di kosan aja sih?" dumelnya.

Sasa memilih diam, menikmati tiap pukulan yang menghantam kuat kepalanya. Demi Tuhan Sasa benci menjadi lemah seperti ini.

"Gue gendong aja ya? Gue sih nggak masalah skip kelas, tapi kalo dosennya si Muklis nggak berani gue."

Mendengar itu Sasa akhirnya membuka mata. "Gue sendiri aja.. lo ke kelas.. nggak apa."

"Nggak lah. Yakali gue ninggal lo sendiri? Cowok macam apa gue? Udah ayo gue gendong!"

Sasa mengibas-ibaskan tangan dengan lemah sebagai tanda penolakan, tapi Hendery sama sekali tidak meggubris dan langsung mengangkat tubuh lemas Sasa dalam satu gerakan.

"Ini kalo si Mahen liat gue gendong lo ala-ala drama korea bisa kebakaran jenggot doi wahaha—aduh! Jangan jambak!"

Rasa-rasanya Sasa pengin teriak 'Lo kalo gak ngerti arti majas mending diem!' tapi yang Sasa bisa hanya, "Dery diem. Aku pusing."

[✔] NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang