She's Hurt

169 33 14
                                    


Rooftop hari itu...


Pemuda itu menoleh saat mendengar hela berat nafas yang dihembuskan panjang oleh gadis di sebelahnya.

"Capek banget." gumam si gadis sambil menatap senja di ujung sana dengan kosong.

Pemuda itu tersenyum paham. "Ngobrolin hidup mau nggak?" tawarnya.

Si gadis sontak menoleh, menarik satu sudut bibirnya sarkas. "Hidup gue nggak asik."

"Bersyukur lo masih dikasih masalah, seenggaknya hidup lo ada tantangan." kekeh si pemuda, bermaksud mencairkan suasana.

"Iya ya?" balas si gadis. Lalu menatap turun pada jalanan ramai di bawah sana. "Loncat dari sini kelar kali ya?"

Pemuda itu terhenyak. Paham sekali maksud kalimat itu.

'Nggak usah aneh-aneh deh lo!' kalimat itu sudah di ujung lidah, tapi yang keluar malah... "Berani emang?"

Si gadis menggeleng, "Nggak. Pasti sakit."


Hening sesaat..


"...andai ada cara lain tanpa gue harus rasain sakit sebelum ngelepas semuanya."

Astaga, makin berat rasanya percakapan ini.


Si pemuda kini benar-benar memutar tubuhnya menghadap sang gadis, rasanya ingin tau sekali apa isi kepala kecil itu.

Tiba-tiba saja menarik lengan kecil itu dan menggulung ke atas lengan hoodie yang menyembunyikan semua baret menyakitkan itu. Si gadis tersentak, berusaha menarik tangannya namun cengkeraman pemuda itu kelewat kuat.

Hidup itu sulit..

"Boleh gue tau kenapa?" tanyanya, merujuk pada bekas bekas sayatan yang sangat ngilu dilihat, mengukir disepanjang siku dan lengan si gadis.

Si gadis bungkam. Menunduk dalam menyembunyikan pelupuk matanya yang mulai membasah.

Hidup itu sulit..

"Nggak ada yang selesai dengan lo ngelakuin ini, Mil." tuturnya lembut, beralih meremat kedua bahu sempit itu.

"Gue nggak terima kalo jawabannya sekedar kelegaan bullshit, lega dari mananya gue tanya? Sakitnya lo rasain tiap hari, perihnya lo tahan sendiri, dan pada akhirnya cuman ninggalin bekas yang bikin lo keinget terus sama masalah lo." jelas sang pemuda, matanya ikut membasah entah kenapa.

Iya, hidup memang sulit, Mil..

"Berhenti ya?" bujuk si pemuda. "Berhenti sakitin diri lo sendiri. Semua nggak akan selesai dengan begini."

Si gadis mendongak. "Lo bisa ngomong gitu karena lo nggak ngerasain apa yang gue rasain, kak. Bisanya orang tuh cuman menghakimi, cuman liat dari sisi salahnya aja. Lo sama kak kayak mereka, nyudutin gue tanpa kasih uluran tangan. Stop acting like you're care in case you don't—"

"Mila!" sentak si pemuda, lalu memejam berusaha menurunkan kembali suaranya. "Mau sampe kapan sih begini? Lo sama ratain mereka yang berusaha mendekat dan ngertiin lo. Lo sadar nggak? Selama ini lo yang buat mereka menjauh karena sikap lo sendiri."

Pemuda itu hampir saja lepas kendali jika tidak melihat lelehan bening yang keluar dari sudut netra indah itu.


Iya Mil, gue tau, hidup itu nggak mudah..


"Karena gue cukup tau, nggak akan ada orang yang bener-bener bisa ngerti gue, kak." lirih si gadis nyaris terisak.

Sang pemuda merasakan pukulan keras pada sudut hatinya. Bahunya menurun, cengkeraman tangannya melemah, namun Ia malah menemukan tekad baru pada dirinya.

"Ada." ujarnya tegas. "Dan orang itu yang sekarang ngomong di depan lo."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Astaga lo kenapa Saaa?" Karin memberanikan diri mendekati Sasa yang terlihat sangat berantakan itu. "Badan lo menggig—astaga Alysa!"

Terakhir yang Sasa ingat sebelum ambruk di atas dekapan Karin adalah belakang kepalanya yang berdenyut hebat terasa menusuk, lalu gelap sempurna menjemput kesadarannya.



Bersambung ke "Meledak."👉

[✔] NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang