Disana Berisik

237 38 11
                                    

00.01 pagi..

Jika ditanya siapa orang paling baik di dunia ini, sudah pasti jawaban Sasa adalah dia, Jeffrey Evan. Lelaki terbaik dari yang terbaik. Satu-satunya yang mampu menggeser posisi lelaki pertama di hati Sasa—pria pertama yang menggendongnya setelah berhasil menyapa semesta.

Padanya, Sasa belajar banyak hal dari warna-warna yang Jeffrey torehkan pada lembar perjalanan hidupnya. Seperti..

"Kalau pengin nangis, nangis aja."

Pertahanan diri yang sempat Sasa bangun susah payah sejak dulu mendadak ambrol semenjak kedatangannya. Sasa merasa dirinya kembali rapuh, mudah sekali terhanyut perasaan. Sasa tidak suka, Ia benci dirinya yang seperti itu.

Namun Jeffrey selalu menunjukkan bahwa.. ‘Nggak apa, lo boleh nangis. Nggak usah khawatir gue ada di sini.’  tanpa perlu kalimat itu terucap.

 

00.32 pagi..

Sudah lewat dini hari, dan Sasa masih enggan menyudahi kunjungan jahat pikiran-pikiran di otaknya.

Aneh. Itulah yang Sasa rasakan. Mendapat perhatian sedemikian rupa dari seseorang, memang aneh rasanya. Sebab Sasa sudah nyaris lupa bagaimana rasanya. Satu tahun bersama dengan enam bulan sebagai sepasang kekasih, pun rasanya masih aneh bagi Sasa.


Lalu putaran memori layaknya video yang diputar acak kembali menghujam pikiran Sasa.


Hmm.. semua berjalan baik, tentu saja, sejauh ini. Mengesampingkan beragam respon buruk hingga cemooh dan terror media sosial yang Sasa terima. Poin bagus menjadi manusia tebal telinga sepertinya, Sasa tak pernah ambil pusing dengan semua itu.

Hidup gue jauh lebih drama dari ketikan mereka. Kayak gini nggak mempan buat gue.” respon Sasa menjawab kekhawatiran Helen waktu itu.

Belum selesai dengan itu, satu memori lain diputar tiba-tiba. Kini tentang Jeffrey, skripsi, dan persoalan magangnya. Sasa sempat kurang setuju dengan keputusan Jeffrey yang lebih memilih magang dari pada fokus menyelesaikan skripsinya yang masih mangkrak di bab 3.

Bukan apa, hanya saja ada beberapa hal yang 'cukup' mengganggu dan mengusik hati Sasa (dan mungkin para perempuan lain diluar sana) seperti...


Kak Jef
Sa, aku pulangnya nebengin Yesi ya? Kasian ga ada yang jemput tadi ketemu di jalan
(sending picture)

Sasa yang baru saja bisa merebahkan diri di atas kasur—setelah menghabiskan siang dan sorenya bersama ketegangan di kos Ajun untuk rapat UKM—rasanya mau marah aja. Tapi tidak, nyatanya Sasa cuman bisa menghela nafas dalam-dalam kemudian mengetik pesan balasan sekadarnya.

‘Oh iya. Hati-hati ya!’
sent.


Namun yang namanya Jeffrey Evan Aditya ini memang sulit sekali ditebak, bagaimana bisa setelah menghilang tanpa kabar seharian, lalu tiba-tiba meminta ijin mengantarkan 'teman' nya pulang, dan kini lelaki tampan itu sudah berdiri di depan pintu kamar kos Sasa dengan senyum manis tersungging sembari menenteng sebuah kantong plastik hitam.

[✔] NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang