Sesampainya di lobby PT Antara Karya, aku berpapasan dengan beberapa karyawan perempuan. Cara berjalannya dengan high heel hitam sangat menawan. Bagaikan light a fire diantara kegelapan.
"Permisi mbak, saya mau interview user dengan Pak Darmawan." Ucapku pada resepsionis.
"Maaf, siapa namanya?"
"Audrey Sasha Merisya."
"Baik, silahkan duduk dulu." Ucapnya sambil menunjuk sofa lobby.
Kondisi lobby didominasi jendela full kaca memutar. Desain interior, furniture, dan placing yang tepat.
Rome wasn't built in a day.
Aku yakin siapapun designer lobby ini, pasti dia orang yang telah berpengalaman di bidangnya.
Kemunculan seorang lelaki berperawakan tinggi, seperti memiliki posisi disini, tengah menenteng sebuah benda yang biasa dibawa mahasiswa arsitek, drafting tube namanya.
Diikuti karyawan perempuan dan laki laki yang tergesa gesa menyamakan langkahnya dari belakang. Kupikir mereka adalah atasan dan bawahan.
'Apa nanti gue kayak gitu? Ngejar atasan kayak ngejar dosen mau bimbingan.'
Ketiganya masuk lift sebelah kanan. Tapi ada yang berbeda dengan kedua lift itu. Ada pembatas pita merah memanjang.
Ternyata mereka menaiki lift khusus para atasan yang sepi antrian, sedang lift khusus karyawan harus sabar menunggu giliran.
"Saudara Audrey? Silahkan langsung menuju lantai empat. Silahkan naik lift sebelah kiri."
Ouwwh yeah, I am shaken up. Akan naik lift saja aku sudah diberitahu untuk naik yang sebelah kiri.
Aku sampai di lantai empat tempat kepala personalia berada. Jadi satu dengan bagian Direktorat Operasi Dua yang membawahi divisi Sipil Umum, EPC, dan Riset Teknologi.
Aku masuk ke ruangan pak Darmawan. Pria berumur dan berpengalaman. Dengan rambut klemis, kulit coklat, dan berkemeja batik.
"Audrey Sasha Merisya?"
"Betul pak."
Pak Darmawan memberi banyak pertanyaan santai tapi menjebak. Ia membungkus keseriusan dalam kelucuan.
Ia seperti wolf in sheep's clothing, pertanyaannya jauh dari posisi yang kulamar. Namun tetap bersinggungan.
"Ini adalah proyek renovasi kantor pengacara Lugi and Partner. Coba kerjakan sebisa kamu."
"Kalau kurang jelas kamu bisa tanya sama rekan di sampingmu." Pak Darmawan menunjuk perempuan yang ada di sebelahku.
Ia adalah perempuan yang tadi mengekori atasannya saat di lobby.
"Anjar tolong jelaskan sekilas apa saja tugas Audrey. Saya mau nemuin Bu Fatma."
Aku mendengar semua perkataan mbak Anjar. Bagaimana menginput data dan memprosesnya. Sesingkat itu penjelasannya.
"Paham kan Drey?"
Aku mengangguk ragu. "Iya mbak, kalau ada kendala aku tanya ya?"
"Panggil Anjar aja. Umurku masih 24 kok."
"Aku masih 21. Kita hampir seumuran."
"Sebenarnya ada lagi rekan kita tapi lagi ngadep ke manajer operasional. Namanya mas Fajar. Dia senior kita."
Bersamaan dengan itu Pak Darmawan datang. "Nanti hasilnya kamu laporkan Bu Fatma. Saya tinggal dulu."
Dokumen itu membuatku seperti kurcaci. Kecil dan tidak banyak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
RomanceMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.