"Kalian putus?"
"Al, please kita nggak jadian. Just friend. Jangan ungkit Kian lagi. Malam ini gue cuma pengen denger banyolan Lo yang receh receh itu."Alfonso terkekeh. "Gue harap Lo selalu bahagia. Kenapa sampai blokir nomer gue segala?"
"Bodo amat."
Alfonso terkekeh. "Kian pasti nahan Lo buat hubungin gue atau dia ngracun pikiran Lo."
Kemudian pesanan kami datang dan itu membuatku berbinar.
"Gue nggak peduli sama itu duda. Mau pergi kek mau stay kek, nyatanya xuki ini jauh lebih enak dari pada bayangin dia."
"Al, soal surel Lo kemarin itu gimana sih maksudnya?"
Alfonso meletakkan sumpitnya dan menatapku lekat. "I really do not love her. Atau memperdaya Lo buat jauhin Kian dari Elea. Pure, I did it because of our friendship."
Aku mengangguk. "Jujur gue nggak tahu musti percaya siapa."
"It's okay Sha. Lo bebas mau percaya siapa tapi yang pasti gue nggak sejahat yang Lo pikir."
"Lalu duda sialan itu?!"
Alfonso terkekeh. "Sekarang bilang duda sialan, kemarin niat pengen buang Elea jauh jauh dari pikiran tuh duda." Godanya.
Aku memanyunkan bibir. "It was."
"Sha, gue nggak maksa Lo percaya gue. Karena gue yakin kebenaran dan kelicikan sama sama punya waktu untuk nongol menunjukkan jati dirinya. It's all about time. Just wait and see."
"Berarti Lo emang nggak gitu?"
"I do. Dan Lo bisa buktiin kelak. Gue percaya diri karena gue emang nggak ngelakuin kesalahan itu. Jadi Lo bisa lanjutin hubungan Lo dengan Kian."Aku menggeleng. "We don't have any special relationship. Dan gue udah punya jalan sendiri setelah ini."
"Maksudnya?"
Saat asyik dengan makananku, Alfonso mendapat telfon dan menjauh. Namun wajahnya berubah gusar saat kembali ke meja makan.
"Papa telfon katanya ada urusan kantor yang mesti dihandle sekarang juga."
Aku mengangguk lalu menatap makanan yang masih lumayan banyak.
"Ya udah Lo balik aja. Gue mau lanjut makan." Ucapku sambil tersenyum.
Alfonso terkekeh. "Lo laper banget Sha?"
Aku mengangguk. "Iya. Lagian sayang kalau nggak dimakan. Udah dibayar juga."
Alfonso mengacak rambutku. "Kalau nanti Lo masih disini gue jemput balik. Semoga aja urusannya cepet kelar."
"Kabarin gue ya kalo Lo belum pulang Sha?" Ucapnya setelah berjalan beberapa langkah dari meja kami makan.
Aku memberi dia jempol dan melanjutkan makan. Perasaanku berkata mungkin ini hal yang wajar bagi seorang pebisnis muda seperti Alfonso, selalu sibuk bahkan ditengah makan malamnya.
Mungkin!
***
"Halo selamat siang dengan ----."
"Ke ruangan saya sekarang."
"Se.... sekarang?"
"Cepat!"
Begitu tidak sopan si penelfon itu. Dengan membawa data seadanya aku menuju ruangannya di lantai empat.
Ia berdiri dekat jendela dengan asap rokok yang baru saja dihembuskan.
"Selamat siang pak."
"Duduk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
RomanceMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.