Siapa perempuan itu?

3.6K 171 0
                                    

Sejak makan malam itu jadwal bertemu kami kembali seperti biasa. Affar tidak akan main gila dengan menyuruhku naik ke ruangannya lalu memadu kasih disana.

Hubungan dengan rasa nyaman tanpa tahu pribadi pasangan, itulah yang Affar inginkan.

"Far, katanya tekanan kamu rendah. Makan sate kambing gimana? Bagus loh buat naikin."

"Males baunya aneh." Ucapnya lemah diujung telfon.

"Pas udah kamu makan rasanya nggak jauh beda sama daging sapi kok."

"Gak bisa nelan nanti." Rengeknya.

Astagaaaaaaa.... Udah tua.

"Kamu mau belajar menyiksa diri ya?"

"Sekali nggak suka ya nggak suka. Nanti pengen muntah."

"Aku suapin gimana?"

"Hem? Mana bisa?"

Aku menghela nafas. Sekarang Affar berubah kekanakan padahal sudah 40 tahun.

"Aku tunggu di kos. Nanti kita beli di warung sate yang kamu mau lalu aku suapin di mobil."

"Aku lemah banget baby. Jalan aja kayak mau oleng."

"Makanya makaaaannn tuyul !!!"

Affar terkekeh."Aku bukan tuyul sayang. Aku Affar, atasan kamu loh."

"Nih bocah susah ya dikasih tau. Pergi sama Samsul lanjut ke kosku. Paham? Kamu tuh lulusan luar negeri kok jadi slow respon sih Far?"

Affar malah tertawa. "Aku sakit baby, jadi ijazahku nggak guna."

"Untung sayang Far. Pengen aku karungin kamu lalu aku lempar ke sungai Nil."

"Mati dong akunya baby. Nanti kamu sedih."

"Affaaaarr!!!!!!"

Dan lagi lagi dia tertawa. Dasar!
"Iya baby. Ini aku mau -----" Ucapan Affar terjeda.

"Mau kemana Far? Katanya sakit?" Suara seorang perempuan.

"Oh...aku ada urusan sama bawahan." Suaranya berubah datar.

"Diselesaikan besok kan bisa. Mama sama papa mau kesini. Aku nggak mau kita----"

Tut Tut Tut

Affar memutus sambungan telfon.

'Siapa wanita barusan?'

'Istri Affar kah?'

'Atau Affar punya perempuan selain aku?'

Aku termenung dengan beragam pertanyaan. Aku hanya tahu sisi Affar yang manja dan lepas saat bersamaku. Bukan siapa Affar yang sebenarnya.

I know him nothing.

Aku tidak tahu dimana rumah Affar. Siapa istrinya dan bagaimana wajahnya. Apa masalah yang melanda bahtera rumah tangga mereka. Hingga bagaimana keluarga Affar.

Aku menatap layar ponselku tapi tidak ada panggilan atau pesan dari Affar.

'Ah lupakan.'

Mengingat hal yang wajar dilakukan sepasang suami istri membuat hatiku tercubit. Aku mencintai Affar tapi mengapa rumit begini.

Aku bodoh, menganggap Affar dan istrinya benar benar selesai. Padahal mereka dalam hubungan sah. Ditambah ia tidak pernah bicara tentang putusan pengadilan agama.

'Hidung dicium, pipi digigit.'

Aku tidak berhak marah. Yang harusnya marah adalah istrinya karena kehadiranku dalam biduk rumah tangga mereka. Meski Affar berkata mereka sudah tidak seiya sekata.

Ready To ServeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang