Sudah sebulan aku dan Kian perang dingin sejak dia tahu kalau aku memata matainya. Aku berusaha sabar karena memang aku yang salah.
Aku senantiasa menuruti segala perintahnya tanpa pernah melawan. Mungkin ia merasa percuma memperjuangkanku kembali ke kantor ini dan mencarikan kos. Karena aku mengkhianati kebaikannya.
Sedang Alfonso, aku sangat membencinya karena memanfaatkanku demi egonya. Dia dan Affar sama sama brengsek.
Kini aku berada di lift menuju ruangan Kian, membawa laporan pembelian yang ia perlukan untuk meninjau lapangan.
"Silahkan duduk."
Oke, dia bersikap profesional walau sedang dalam mode marah padaku.
"Oke beres." Ucapnya tanpa melihatku.
"Kita meninjau lapangan sekarang pak?"
"Iya." Singkat padat dan jelas.
Aku mengangguk lalu permisi keluar. Biasanya Kian akan bilang untuk menunggu telfon darinya jika akan ke lobby. Nah ini tidak bilang apa apa.
Ternyata dia masih marah dan aku harus kembali bersabar. Aku kembali ke kubikel dengan perasaan dongkol lalu berkemas menuju lapangan. Mengabaikan Anjar yang bertanya.
"Diiiih Audrey, budeg Lo kali ya neng? Gue tanya tanya cuma diem kayak tokek lagi asyik kawinan."
"Apaan sih Njar?!" Tanyaku sewot.
"Masya Allah. Lo kenapa ngegas? Diomelin babang asmen?"
Oke fix, sekarang Anjar memanggil Kian bukan Pak Asmen lagi, tapi babang Asmen. Menggelikan!
Sejak Kian marah padaku, dia menjadi begitu ramah pada Anjar dan aku kurang menyukainya. Menyebalkan!!
"Berani ngomelin gue, bakal gue omelin balik tuh laki! Dasar duda karatan!"
"Apa? Babang Asmen duda?!"
Astaga!! Mulutku lemas sekali. Yang kemarin saja aku belum dimaafkan masak sekarang aku berulah lagi?
"Ng....nggak kok Njar. Gue aja yang asal nuduh." Ucapku lalu nyengir.
"Plis deeeh jangan nuduh babang gue duda karatan. Orang masih perjaka ting ting."
Oooh baiklah. Tidak Elea tidak pula Anjar, mereka sepertinya illfeel dengan status Kian sebagai seorang duda.
Tampaknya hanya aku saja yang bisa menerima hal itu tapi sayang cintaku bertepuk sebelah tangan.
"Dari pada Lo suka sama orang lurus lempeng kayak baja tua, mending Lo naksir kek sama si Dipta, bawahannya. Nggak kalah kece juga tuh Njar."
Anjar menggeleng. "Separuh hatiku udah dibawa babang asmen."
"Ciiiih.... Najis. Give me one sure reason why do you like him?"
Anjar terlihat berpikir. "Kalau Lo jadi gue, Lo bisa nggak kasih gue alasan kenapa Lo suka Pak Asmen?"
Tentu saja aku tidak bisa menjelaskan mengapa aku jatuh cinta padanya
"Udah ah gue berangkat."
Memilih menghindari pertanyaan Anjar adalah hal terbaik. Aku tidak mau perasaanku diketahui orang kantor.
Aku bergegas menuju lobby karena aku tidak mendapat telfon dari Kian. Paling tidak aku harus standby disana sebelum dia mengomel lagi dengan tatapan yang tidak kusukai.
5 menit
10 menit
20 menit
25 menit
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
RomanceMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.