Hari ini kami pulang dari Lombok dengan senyum mengembang layak ABG baru jatuh cinta. Dia benar benar memanjakanku selama liburan.
Busy embracing pleasure and forget the mainland.
"Baby, kamu bahagia ya?"
Aku mengeratkan pelukan dilengannya sambil melihat gelang mutiaraku. "Banget Far."
"Which intimate position do you like?"
"Semuanya."
"Kamu mau lanjut di hotel setelah landing?"
"Diiiiih Far, kamu nggak capek apa?"
"Nggak sama sekali."
"Baby, kalau ke salon sekalian fokusin untuk bagian atas dan bawah ya?"
Aku menatapnya bingung.
"Biar makin rapet dan seksi. Bikin aku bener bener nggak bisa berpaling dari kamu." Dia mengecup hidungku sekilas.
"Ishh...." Aku memukul lengannya.
"Kamu minta berapa aja aku kasih asal itu tadi jangan lupa."
Aku melongo tidak percaya. "Malu Far sama mbak mbak salon."
"Nanti aku bikinin kartu kredit." Lalu mencuri ciuman di bibirku.
"Setelah ini aku akan suruh Samsul cari apartemen terbaik untuk kita."
Aku bahagia menerima banyak fasilitas dari Affar dan itu adalah idenya sendiri.
Awalnya aku hanya seorang pekerja biasa dengan penampilan sederhana. Kini berubah bak angsa jelita nan menggoda. Dari ujung rambut hingga kaki, tiada yang tercela.
Derajatku naik kelas karena menjadi 'sahabat mesra' salah satu penguasa. Bahkan mas Fajar dan Anjar pun sering bertanya dari mana aku mendapat beragam barang berharga.
Kini aku sudah sampai kosan, menolak keinginan Affar untuk membawaku ke hotel setelah turun dari penerbangan.
"Leher Lo ada kissmark nya."
Aku menuju kaca yang menampilkan tiga kiss mark dari Affar.
"Gue nggak gila buat make out sama Affar. Sumpah!"
Amelia menggeleng. "Lo ngapain bawa bawa Tuhan. Lo make out atau nggak, itu privasi Lo. Tapi kalo Lo mau terbuka sama gue ya it's okay."
Aku menunduk sambil mengusap bekas kissmark sialan Affar.
"Kita cuma oral and hand sex doank."
"Tuh laki baik banget sama Lo. Apa apa dikasih pasti ujung ujungnya minta gituan. Tapi gue suka sih sama gaya ngrayunya, berkelas banget."
"Dia mau sewa apartemen buat kami. Mau ngasih gue kartu kredit."
Amelia membelalakkan mata tidak percaya.
"Gue salut sama Affar. Lo bener bener diperlakukan kayak selir kesayangannya."
Selir?
Mendengar kata itu aku tidak bahagia. Aku bukan perempuan yang haus harta tapi aku juga butuh cinta, hati, dan raga Affar.
"Kita belom menikah. Tapi kelakuan udah free kayak gini." Aku sedih mengingat apa yang sudah kami lewati.
"Dia udah keluar duit banyak. Kalau Lo mau lari, gue nggak jamin Lo bisa bertahan di kantor itu."
Bayangan PHK menghantuiku lalu bagaimana nasib hidupku selanjutnya jika Affar dengan segala kuasanya mendepakku dari Antara Karya? Dan apakah aku hanya perlu menunggu waktu sampai Affar bosan bermain denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
Roman d'amourMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.