Hari ini aku pulang kampung, setelah kesibukan di kantor yang menyita waktu. Aku merindukan mama, ayah tiriku yang baik, dan Ali, adik tiriku.
Selesai memesan taksi online aku beralih ke laman status wa.
Deg...
Si cewek, cantik dengan baju off shoulder. Sedang si cowok, ganteng dengan penampilan casualnya.
Hampir tiga bulan kami tidak pernah berkomunikasi. Karena aku ingin melupakan dan mengubur dalam-dalam kenangan kami.
Kian, dia sudah bahagia dengan yang lain. Dan aku harus ikhlas.
Hijau hamparan sawah dilewati kereta api yang membawaku ke kota halaman. Kota pinggiran yang tidak ramai dan tanpa gedung pencakar langit.
Setelah berkendara gojek selama tiga puluh menit akhirnya aku sampai di sebuah rumah bercat krem dan berpagar hitam. Ini adalah rumah pembagian harta gono-gini yang didapat mama.
Sepi dan pagar tidak ditutup, biasanya mama tidak seteledor ini.
"Mama?"
Ruang tamu berantakan. Taplak meja merosot ke bawah, vas bunga terjatuh. Kursi tidak tertata dan mainan Ali disana sini.
"Astaghfirullah Audrey?" Mama terkejut. "Kapan kamu datang nak? Kok nggak ngabari?"
Mama lebih kurus, kusam, dan kondisi ruang tengah sama berantakannya. Setahuku mama menyukai kerapian.
Ada apa ini?
"Baru aja maa."
"Mama di dapur. Kamu udah makan? Mama masak tempe goreng sama telur goreng."
"Tempe sama telurnya dipenyet aja sama sambel maa." Ucapku sambil mengeluarkan baju ganti.
Mama menyodorkan lauk tempe seiris, telur dipotong dua serta nasi yang ..... sedikit. Dan aku masih lapar.
"Ayah ke konveksi maa?"
Mama mengangguk ragu.
Dapur kosong dari bahan makanan dan lantai berdebu. Toples krupuk dan kripik kentang juga kosong.
Saat aku menyapu teras tiba tiba datang wanita paruh baya dengan daster kebesaran. Tubuh tambun dan rambut kriting mengembang.
"Bu Dian ada!!?!" Ucapnya ketus.
"Ada apa ya bu?"
"Mau nagih uang listrik! Kalau molor molor lagi nanti diputus PLN!!"
Kenapa ini? Kenapa kehidupan mama berantakan dan aku tidak tahu.
"Mama belum bayar?"
Ia melipat kedua tangannya. "Kalau mau dapet keringanan ya bilang sama PLN bukan nunggak nunggak!!"
"Kenapa mama nggak bayar tepat waktu?"
"Kamu anaknya kok nggak tahu sih?! Mamamu jatuh miskin."
Ingin kupukul mulutnya berani mengatai mama begitu.
"Jangan ngaco ya bu!!!?"
"Mana uang listriknya? Mau setor. Udah komisi dapetnya dikit, nagih bolak balik!" Tangan kanannya menengadah.
Aku masuk dan mengambil dompet namun mama menahanku.
"Biar mama yang bayar Drey."
"Mama tenang aja." Ucapku menenangkan raut sedih mama.
"Nih duitnya. Gue nggak ngasih Lo lebihan ya?!" Ucapku tidak sopan.
"Nih kembaliannya. Bilang sama mama kamu, jangan nunggak. Diputus PLN baru tahu rasa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
RomanceMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.