"Gue takut Lo bakal sakit hati Sha."
"Em....bukannya berani jatuh cinta juga harus berani.....patah hati?"
Iya, seperti aku mencintai Kian tapi juga harus siap menerima kenyataan jika dia tidak mencintaiku.
Lalu aku sendiri yang merasa sakit hati karena belum bisa move on. Menyedihkan!
Harusnya aku bersikap biasa saja. Agar bisa mencari pengganti Kian yang lebih baik. Mungkin...
"Ayolah Kian, katakan ada apa." Aku menarik narik bajunya.
"Apa Lo tahu.... kalau.... Alfonso dijodohkan?"
Aku mengangguk lesu. "Alfonso udah cerita."
"Lo sedih?"
Aku mengangguk demi menutupi drama kami.
"Lo masih mau lanjut sama dia?"
"Entahlah Kian."
"Lebih baik jauhi dia Sha. Lo nggak kenal siapa Alfonso dan keluarganya."
Yang Kian katakan ada benarnya, aku tidak tahu siapa Alfonso sebenarnya. Bisa saja dia menggunakanku untuk membuat Kian berpisah dari Elea.
Atau memang sebenarnya Alfonso ingin menyelamatkan Kian dari jerat cintanya Elea?
Aaah.... Bingung rasanya.
Tidak berapa lama perahu jemputan kami datang, waktunya kami kembali ke pantai sebelumnya.
Begitu kami turun dari perahu, hujan deras mengguyur. Kian menarik tanganku menuju emperan toko yang tutup.
Bajuku lumayan basah. Lalu aku mendekap tubuhku sambil melihat derasnya hujan. Celanaku juga basah.
"Hujannya turun mendadak banget ya." Gumamku.
"Sha, duduk sini." Kian menepuk kursi kayu sebelahnya.
Aku duduk berhimpitan dengan Kian. Lalu tiba tiba dia merubah posisi duduknya.
Satu kakinya di belakangku, satunya di depanku. Otomatis dia menghadapku. Posisi seperti ini sebenarnya terlalu mendebarkan.
If only Kian knows.
"Lo kedinginan nggak?"
Aku menoleh. Jarak wajah kami sangat dekat lalu aku buru buru menghadap depan lagi.
"Sini, gue dekap kalau Lo mau."
Apa??! Dekap?!
Kian sinting!
Kian terlalu santai mengatakannya padahal itu memberi efek mendebarkan dan menusuk bagiku.
"Ee...nggak."
"Yakin? Nanti Lo kedinginan. Masuk angin. Gue nggak akan ambil kesempatan dalam kesempitan kok."
"Memang kamu nggak dingin?"
Kian menggeleng. "Laki laki itu diciptakan lebih kuat dari perempuan. Makanya tugas kami melindungi perempuan."
Aku terkekeh menanggapinya. Bisa saja menggombalnya.
"Oh ya Kian, kalau disebelahmu yang kedinginan itu nenek nenek gimana? Bakal kamu dekap nggak?"
Kian terkekeh. "Untungnya yang disebelah gue sekarang tuh gadis cantik."
Aku merona malu lalu memukul pundaknya.
"Gini aja Kian. Makasih." Tolakku halus.
Dua puluh menit kemudian hujan reda. Kami menuju toko untuk membeli baju ganti dan dalaman untukku. Sedang Kian dia sudah prepare pakaiannya di bagasi mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
عاطفيةMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.