"Sasha, ibu dan Kian minta maaf ya. Karena Rado kamu jadi pulang malam malam sendirian." Ucap mama Kian ketika kami ada di teras rumah. Tanpa Rado.
Pemuda itu setelah mendapat nomerku langsung melenggang masuk ke kamar.
Tidak ada ucapan terima kasih atau maaf karena tadi sempat berkata kasar dengan menyinggung namaku. Tapi untung saja aku bukan perempuan yang mudah tersinggung.
Aku tersenyum lalu menggeleng. "Tidak apa apa bu. Kalau saya jadi Kian pasti saya juga akan mengutamakan keluarga. Saya anggap ini sebagai balas budi dan terimakasih saya sama Kian."
"Maksudnya?"
Aku melirik Kian sekilas yang hanya diam memperhatikanku.
"Dulu Kian pernah menolong saya dari jambret."
Aku yakin hingga sekarang bekas luka tusuk di perutnya masih ada.
Ah.... Andai aku boleh melihat bekasnya. Tapi Kian pasti menolak mentah mentah.
Hubungan kami tidak sedekat itu.
Ibunya mengangguk. "Ya sudah, pokoknya kami minta maaf. Rado memang sangat merindukan mas Kian-nya."
Kian hanya diam menunduk.
Sebenarnya aku ingin tahu lebih dalam perihal sikap Rado yang begitu posesif pada Kian. Tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat.
Pun aku yakin Kian tidak akan mudah mengatakan hal sensitif tentang keluarganya pada orang lain.
Perihal status dudanya saja, tidak banyak orang kantor yang tahu. Setertutup itulah Kian. Dia hanya menampakkan apa yang terlihat wow dari dirinya.
Tidak lama kemudian deru taksi online yang Kian pesan telah datang.
Kian mengangguk padaku dengan wajah seriusnya.
Sungguh aku ingin mengukir seulas senyum bahagia disana agar Kian menjadi lelaki yang lebih rajin berbahagia dari pada rajin serius menghadapi kehidupan.
Andai saja...
"Saya pamit dulu bu."
Aku meraih tangan mama Kian dan menciumnya.
"Kian, bilang sama sopirnya suruh hati hati."
Kian mengangguk.
"Gue antar ke depan." Tawar Kian. Kemudian kami berjalan beriringan.
"Maaf ya Sha."
"Ya ampun Kian. Stop meminta maaf. Aku lelah memaafkan kamu." Kemudian aku tertawa.
"Aku baik baik aja. Lihat Rado bikin aku ingat adik tiriku yang masih kecil. Aku jadi kangen."
"Lo ada adik yang masih kecil?"
Aku mengangguk. "Adik tiri."
"Ya udah cepat pulang. Ongkosnya udah gue bayar."
"Oke."
Aku membuka pintu taksi lalu bersiap masuk.
"Sha."
Aku menoleh.
"Kabari gue kalau udah sampai kos. Kalau kos Lo tutup, Lo tahu kan dimana kunci rumah gue?"
Aku tersenyum dan menunjukkan jari oke. "Baik Bapak Asmen yang terhormat. Saya ingat."
Kian tersenyum.
"Hati hati ya pak sopir." Ucapnya pada sopir taksi.
Aku menghempaskan tubuh di kursi penumpang. Setelah beberapa menit kemudian rasa kantuk menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Serve
RomanceMenjalin hubungan dengan duda tanpa anak. Hubungan kami berlanjut menjadi lebih intim. Lalu dia kerap 'menikmatiku' layaknya a piece of cake. IKUTI AKUNKU UNTUK CERITA LENGKAP.