Ponsel saya terus bergetar dan muncul notifikasi, banyak yang mencari saya sebulan ini. Tak terasa juga saya Sudah bolos kuliah selama satu bulan, tercatat mulai dari kejadian ayah.
Decihan saya terkuak, saya benar-benar menutup diri. Bahkan saya tidak memiliki keberanian untuk melangkah keluar, melihat kedua adik kandung saya Juna dan Daniel saja tidak bisa. Saya malu bertemu mereka, merasa tak pantas jika di sandingkan dengan adik-adik saya yang penjiwaannya bagus, tidak seperti saya.
Perlahan saya mulai menerima semuanya, ayah kini telah pergi, ia benar-benar pergi meninggalkan saya dan kedua adik saya. Dan ayu ibu tiri saya ternyata bunda dari almarhum kak Ethan, Juna dan juga Daniel. Kenapa dunia begitu sempit, saya baru mengetahuinya. Dan saya paling tidak menyangka bahwa saya masih ada ikatan saudara dengan almarhum kak Ethan.
Rasanya saya ingin menemui Juna dan Daniel, memberi semangat kepada adik saya. Saya pikir, saya adalah kakak yang tidak berguna. Membiarkan adiknya terpuruk tanpa dukungan, saya terlalu jahat untuk mereka yang baik.
Sudahlah, saya pikir itu buruk. Saya masih terlalu takut, kejadian itu sungguh membuat saya ketakutan luar biasa.
Tok tok tok
Detak jantung saya berdetak kencang, saya gemetar.
"Liara buka!? Ini gue Jake"
Jake? Lelaki itu. Saya berdiri untuk membukakan pintu itu, benar saya butuh Jake saat ini. Saya berusaha untuk berjalan, walaupun sesekali rasanya ingin terjatuh.
Saya akhirnya dapat menggapai pintu, membuka gembok pintu dan dengan segera membuka nya.
Tatapan kami bertemu, sudah lama saya tidak melihat mata itu. Seperti nya saya benar-benar merindukan kehadiran sahabat saya.
Tatapannya kian teduh, "Lo kenapa menjauh sebulan ini, semaunya khawatir sama Lo" ucapnya.
Saya hanya terdiam, mulut seakan-akan terasa kelu untuk mengucapkan satu kata saja. Akhirnya saya menunduk, ketakutan saya datang lagi dan saya tidak memiliki keberanian untuk menatap seseorang.
"Ayah Juna Sama dan-"
"Udah tau" ucap saya spontan, Jake mengingatkan saya akan ayah.
Hembusan nafas Jake terdengar gusar, "Jangan gini, ngga baik buat Lo. Lo ngga tau semuanya khawatir?".
"Iya emang gue ngga tau" ucap saya.
"Lia?"
"Lo bahkan ngga tau apa yang gue rasain Jake" Badan saya bergetar menahan tangisan, rasanya amat menyakitkan.
"Gue sengaja ngelakuin ini semua! Gue takut!"
Akhirnya saya menangis lagi, ketika semuanya emang tidak tahu tentang saya, tapi kenapa seakan-akan mereka paham akan diri saya? Saya tidak sama dengan apa yang kalian lihat.
"Liara"
Kaki saya mundur selangkah, menatap Jake dengan segala ketakutan. Jadi seperti ini rasanya jika seseorang terkena penyakit mental? Tidak ada keberanian lagi. Bahkan orang yang baik terlihat jahat di mata saya, bayang-bayang itu membuat saya takut.
Jake menakutkan, saya melihatnya dengan tawaan jahat namun juga dengan tatapan khawatir. Saya melihat ada dua orang di hadapan saya.
Orang yang tadi saya kira saya butuhkan ternyata malah membuat saya seperti ini, ini baru Jake, bagaimana jika saya melihat sahabat-sahabat yang lain datang menghampiri saya?
Saya sekarang tahu, bukannya orang yang terkena penyakit mental tidak bisa berpikir. Sungguh mereka masih bisa mencerna ucapan dan berpikir, tapi ketahuilah mereka hanya ketakutan. Ketakutan akan semua hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION|ENHYPEN[✓]
Teen Fiction[#]Living isn't fucking easy- Start=9 Oktober 2021 Finish=11Desember 2021 Cover by @pinterest