sudah hampir satu bulan berlalu sejak tragedi tahun baru, namun Juna masih belum ada kabar. Liara jadi khawatir dengan anak itu, apakah Juna marah kepadanya? Tapi menurutnya tidak."Gue ngga nyalahin lo kok kak, makasih lo udah memihak kebenaran tanpa Mandang siapa orang itu. Tapi kak, gue mau sendiri dulu. Nanti kalo gue kangen lo, gue bakal ke sini sendiri.. tungguin gue ya"
Ucapan Juna yang terkahir ia dengar, sulit baginya untuk mendeskripsikan Juna, baginya lelaki itu terlihat sempurna. Semua yang di lakukan Juna membawa aura positif, seperti tiada kekurangan.
Hari Minggu, tepat tanggal 30 Januari pukul 9 pagi. Mungkin kata Minggu cukup asik bagi khalayak lainnya, akan tetapi tidak untuk liara. Karena, hujan pagi.
"Hujan oh hujan kenapa engkau turun??"
Merasa tak terjawab Liara kembali menghela nafas berat, ia menatapi jendela dengan tak semangat. Langit terlihat muram, tak ada angin dan air hanya turun rintik-rintik. Benar-benar Minggu yang membosankan, mungkin akan lebih berwarna jika Reina ada di rumah. Tapi, gadis itu ternyata sudah ada janji dengan teman-temannya sejak Minggu pagi. Ya akhirnya, liara sendiri lagi di rumahnya.
Semua sibuk mengurus persiapan KKN, tidak sepertinya yang terlalu santai. Bagaimana tidak? Liara merasa jurusannya tidak seribet jurusan Jay, karena profesi yang di ambil terbilang tidak formal, karena kebanyakan hanya bekerja di belakang layar.
Akhir-akhir ini juga liara merasa sakit, terutama di bagian kepalanya. Untuk pergi ke dokter ia belum sempat, padahal banyak waktu luang, atau katakan saja gadis jangkung itu malas untuk pergi. Lagian hanya sakit kepala, bukan hak yang terlalu fatal 'pikirnya.
Cklek
"Teteh?"
Liara menoleh ke arah pintu saat mendengar suara yang memanggilnya, namun ia bingung "Juna? Kok? Teteh?" Titahnya.
Juna hanya tersenyum lalu mengangguk kecil, ia memasuki rumah liara dengan santai. "Teh liara? Apa kak liara??" Tanyanya.
Lelaki itu terduduk tepat di samping liara, liara memukul pelan lengan Juna.
"Baru juga gue pikirin, udah nongol aja".Juna tersenyum menunduk, lalu kembali menatap liara. "Kakak apa kabar??" Tanyanya.
Liara menyunggingkan senyuman, "baik karena Lo dateng, Lo?" Tanya balik liara.
Juna tersenyum "Baik, gue kangen Lo kak"
Hatinya sedikit lega mendengar suara Juna, setidaknya adiknya itu sudah ada kabar. Tapi-
"Maaf"
"Kalo lo minta maaf lagi gue pergi ya kak?" Lelaki itu berbicara sambil mengerucutkan bibirnya.
Liara tertawa seketika melihat adiknya itu merajuk, "ya habisnya gue masih ngga enak sama Lo" ucapnya.
"Ngomong apa lo kak?? Sumpah ngga denger, kuping gue di pinjem miper" anak itu menutup kedua telinganya dengan telapak tangan, layaknya anak kecil yang tidak mau mendengarkan Omelan bundanya.
"Lo kayak anak kecil deh, gemes"
Juna tersikap lalu menghela nafas, "jangan gitu, gue kayak gini cuma sama lo kak" tukasnya.
Liara terdiam dengan senyum kecil, menurutnya Juna benar. Faktanya lelaki itu emang sudah dewasa, dan pastinya sikap Juna terlihat dewasa ketika bersama yang lain. Tapi, jika bersama Liara, jangan di tanya, hal selucu dan sekonyol apapun akan ia lakukan agar liara tersenyum. Bahkan Juna sendiri nyaman dengan sikap seperti ini jika sedang bersama Liara, Liara memberikan suasana yang tidak pernah di berikan oleh siapapun. Bahkan kedua orangtuanya yang selalu sibuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION|ENHYPEN[✓]
Teen Fiction[#]Living isn't fucking easy- Start=9 Oktober 2021 Finish=11Desember 2021 Cover by @pinterest