6.

29.7K 1.5K 8
                                    

"Zahra kok boboknya di sini ya? Ini kamar siapa?"

Zahra membuka matanya dan menyusuri seluruh isi ruangan di mana ia saat ini berada. Terbaring di atas tempat tidur dengan dua orang di sampingnya.

"Kak Maura juga bobok di sini? Ini kan Kakak yang kemarin menikah dengan Kak Maura."

"Huh, berarti Ibu Maya udah pulang dan ninggalin Zahra di sini?" gumam Zahra lagi.

Zahra menggerakkan tangan sang kakak yang melingkar di pinggangnya dan tangan lelaki di samping kakaknya berada di atas pinggang Maura.

Maura terusik saat Zahra menggerakkan tangannya dan menyernyitkan kening saat terasa ada sesuatu yang berat di pinggangnya.

"A..., Emmmhhttt..,"

"Hust. Kakak jangan ribut atau teriak. Nanti kakak ganteng itu bangun," bisik Zahra pada Maura.

Tangan mungilnya ia gunakan untuk membekap mulut Maura yang tadi hendak berteriak.
Melihat mata Maura yang sengaja dilebarkan Zahra melepaskan tangannya dari mulut sang kakak lalu menunjukkan deretan giginya yang putih berseri.

"Kenapa Mas Ghazi tiba-tiba ada di sini? Bukannya tadi dia tidur di sofa?" pikir Maura.

Mendadak tubuh Maura kaku saat Ghazi merapatkan diri padanya. Tidak tahan akhirya Maura melepaskan secara paksa tangan Ghazi dari pinggangnya.

"Ihh tanganya. Dasar lelaki!" sentak Maura dengan tanpa perasaan.

Maura tidak peduli pada Ghazi yang sampai harus ikut membuka mata. Menatap bingung pada Maura juga Zahra yang duduk di atas tempat tidurnya.

"Nggak usah natap begitu Mas. Awas nanti suka," ketus Maura dengan sengit.

Ghazi yang belum sepenuhnya sadar dipaksa ingat pada semuanya dengan ucapan tak bersahabat milik Maura. Ghazi menghela nafas dan menyunggingkan sedikit senyum.

"Wah ... Kak Ghazi ganteng banget sih? Berarti kemarin Zahra nggak salah lihat dong," seru Zahra.

Maura menatap dan melirik tidak suka pada Zahra, maksudnya tidak suka pada yang baru saja Zahra katakan. Sementara Ghazi memberikan senyuman manisnya pada Zahra. Dengan tangannya yang terulur ia mengusap kepala dan rambut Zahra dengan sayang.

"Kamu nggak salah lihat Adik cantik," kata Ghazi.

Mata Zahra langsung berbinar, gadis kecil itu menunjukkan raut bahagianya pada sang kakak.

"Zahra cantik ya Kak?" tanya Zahra pada Ghazi juga Maura.

"Cantik dong. Akan lebih cantik lagi kalau sekarang kita wudhu dan setelah itu sholat subuh ya," kata Ghazi.

"Sholat lagi?" gumam Maura dalam hati.

"Kak Ghazi sholat di sini juga? Tadi malam Zahra liat loh pas Kak Ghazi dan Kak Maura sholat," celoteh Zahra lagi.

Ghazi lagi-lagi mengusap kepala Zahra. Mengacak rambutnya dengan sangat gemas.

"Iya tadi malam Kak Ghazi dan Kak Maura sholat. Sekarang kita sholat yuk, Kak Ghazi sholat ke masjid dekat komplek sini. Zahra sama Kak Maura sholat di rumah ya," ujar Ghazi.

"Iya Kak. Siap!" jawab Zahra dengan semangat.

Ghazi mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah Ghazi keluar dari kamar, Maura membaringkan lagi si badan dan meletakkan kepala tepat di atas bantal.

"Loh kok malah bobok lagi Kak? Kak Maura nggak sholat ya?" tanya Zahra yang baru selesai berwudhu.

Maura dengan cepat bangun lagi dari baringannya. Menggaruk pelan bagian tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Emm ... sholat kok Dek. Kakak baringan karena nunggu Zahra yang masih di dalam kamar mandi," jawab Maura.

Sepertinya Maura harus sholat subuh ini. Adiknya yang terlihat gemas akan tidak berhenti untuk bertanya. Lebih baik ia segera bangun dari tempat tidur dan sholat.

***

Maura menyusuri rumah milik Ghazi yang masih terlihat sepi ini padahal sudah pagi. Apa seluruh isi rumah masih tidur karena lelah kemarin atau ada yang sudah pulang seperti ayah dan ibu angkatnya.

"Maura," panggil seseorang.

Maura memejamkan matanya yang karena hampir saja ia berteriak karena kaget.
Membalikkan badan dan Maura melihat seorang wanita yang sangat mirip dengan Ghazi. Dalam pikirannya mengatakan jika ini adalah ibu dari Ghazi.

Getir sekali hidupnya, ibu mertuanya saja ia tidak tahu.

Melihat senyum ramah yang diberikan wanita itu membuat Maura juga ikut untuk tersenyum. Maura meraih tangan wanita itu untuk ia salami. Terasa elusan tangan dengan lembut di kepalanya.

"Kamu pasti enggak kenal sama Mama ya?" tanyanya.

Maura hanya mengangguk, tanda apa yang wanita katakan itu benar.

"Saya Sukma, mamanya Ghazi. Maaf saat meminang kamu saya enggak datang karena memang belum bisa pulang dari luar kota," katanya lagi.

Dahi Maura mengernyit.

"Emm maaf Ma...," ucap Maura.

Tidak apa kan ia menanggil mama? Toh sekarang keluarga suaminya adalah keluarganya juga.
Gadis itu sedikit menggigit bibir bawahnya saat wanita di depannya ini menatapnya penuh tanya.

"Bukanya waktu ayah datang melamar itu ibunya Mas Ghazi juga datang ya?" tanya Maura.

Wanita itu tersenyum dan mengangguk lalu meraih tangan Maura.

"Kita perlu waktu untuk saling mengenal dan bercerita."

Maura pasrah saja saat tanganya ditarik pelan sehingga kakinya ikut melangkah ke mana Ibu Sukma ini membawanya. Mereka duduk di sofa ruang tengah. Sepertinya niat Maura yang ingin menyiapkan sarapan tertunda.

"Sebelumnya kamu nggak tahu latar belakang keluarga Ghazi?" tanya Mama Sukma dengan lembut.

Maura menggeleng pelan. Jangankan latar belakang kehidupan Ghazi bahkan nama calon suaminya pun Maura baru tahu setelah mereka akad.

"Kami dijodohkan Ma. Maura tidak sempat saling kenal dengan Mas Ghazi dan semua seperti mendadak. Tidak ada kata boleh untuk menolak dari Maura waktu itu," jawab Maura.

Kerutan di dahi Mama Sukma perlahan menghilang. Ia mengangguk paham, pantas saja Maura tidak mengenalnya karena tidak mungkin jika mereka sudah saling mengenal Ghazi tidak bercerita apa pun pada Maura.

"Mama yang akan cerita tentang Ghazi biar kamu kenal Ghazi," katanya.

"Mama adalah ibu kandung dari Ghazi. Mama dan papa dulu dijodohkan dan kami tidak menemukan kecocokan sampai Ghazi lahir. Kami berusaha untuk bertahan demi Ghazi tapi tetap saja mungkin takdir menyuruh kami untuk berpisah. Mama menikah lagi dengan lelaki lain begitu pun papa."

Mama Sukma tersenyum saat menarik nafas panjang dan sepertinya ia sedang kembali mengingat memori di mana masa lalunya berada.

"Dari kecil Mas Ghazi tinggal sama siapa Ma?" tanya Maura penasaran.

"Ghazi tinggal sama Mama dan setelah usianya tiga belas tahun baru Ghazi tinggal bersama papa. Ghazi cerita sama Mama kalau dia akan menikah. Maaf ya Maura kalau kemarin Mama tahu cerita kamu dari orang yang katanya dekat sama Ibu Maya," ujar Mama Sukma.

Mama Sukma menatap lama pada Maura, mengelus pundak Maura dengan sangat lembut.

"Dari pancaran mata kamu saja Mama sudah yakin kalau kamu itu gadis baik dan Mama sangat berharap jika pernikahan Ghazi hanya berlangsung sekali meski kalian juga dijodohkan tapi besar harapan Mama kalau kalian akan bahagia dan tidak bernasib sama seperti Mama dulu," ujar Mama Sukma.

Maura tertegun mendengarnya. Banyak pengalaman teman-temannya yang bisa ia ambil pelajarannya dari kisah kasih melalui jembatan perjodohan dan sekarang ia dapat lagi dari ibu mertuanya sendiri.


Ungkapan Takdir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang