Pukul 20.00
Maura, Dilla, Zahra dan Mama Nela sedang menonton kartun di ruang keluarga. Meskipun hanya Zahra yang sangat menikmati tapi ketiga orang sudah tidak kecil lagi itu ikut menonton.
Dilla sesekali memainkan ponsel, kebiasaan anak remaja ponsel tidak bisa lepas dari genggaman.
Mama Nela dan Maura sama-sama menonton sambil menikmati kue coklat sedangkan Zahra saking seriusnya menonton tidak pernah mengalihkan pandangannya dari tv seolah ia ada di alam kartun. yang tengah ia tonton itu."Kuenya enak. Mama hobi buat kue ya? Ini beneran rasanya pas dilidah," kata Maura.
Ia sudah habis beberapa potong kue coklat yang dibuat oleh Mama Nela.
"Hobi membuat kue itu hadir setelah Mama menikah dengan papa. Papa dan Ghazi sama-sama suka kue coklat. Waktu itu Mama suka kesel karena papa sering minta dibuatkan kue sama asisten rumah tangga dan kadang rasanya nggak sesuai permintaan papa."
Mama Nela mulai bercerita. Maura sangat tertarik dengan topik ini. Apalagi ini menyangkut Ghazi, suaminya yang menurut info dari mertuanya ini penyuka kue coklat.
"Mama coba-coba buat dengan dipandu Oma dan Alhamdulillah buatannya pertama langsung berhasi. Papa dan Ghazi suka sama kue buatan Mama. Saking sukanya Ghazi sampe sering bawa ke sekolah untuk dibagi ke temen-temennya."
Agak deg-degan juga hati Maura. Mengulik dari kehidupan Mama Nela yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga mereka dengan cara manis. Membuat lelaki betah untuk tetap berada di sampingnya itu bukanlah hal mudah. Terlebih lagi Mama Nela memang harus pandai mengambil hati Ghazi yang memang anak sambungnya.
"Kalau Mas Ghazi suka kue coklat, Mama mau nggak ajarkan aku untuk buat. Aku juga pingin bisa, Ma."
Mama Nela mengusap bahu Maura dan mengangguk.
"Iya insya Allah bisa kok."
Mumpung Ghazi tidak ada di rumah, ada baiknya Maura belajar membuat makanan kesukaan Ghazi dan mempelajari apa yang tidak disukai oleh suaminya itu. Ia mengenal Ghazi dalam bahtera pernikahan dan harus belajar menjadi istri baik bagi Ghazi.
"Kak Maura. Ini hpnya bunyi."
Dilla yang memang berada di sofa menggapai ponsel Maura yang berbunyi.
Gadis itu tersenyum menggoda pada Maura sambil menyodorkan ponsel."Ecieee ditelpon sama Kak Ghazi. Ehem kangen tuh," ledek Dilla.
"Dilla," tegur Mama Nela.
Dilla menunjukkan jari tengah dan telunjuknya pada Mama Nela.
Jantung Maura tiba-tiba berdebar tidak karuan. Ternyata Ghazi bukan menelpon biasa tapi pria tampan yang merupakan suaminya itu melakukan panggilan video call."Assalamu'alaikum. Mas," ucap Maura sebagai sapaan pada Ghazi.
Bisa ia lihat wajah Ghazi dengan latar belakang dinding tembok bercat putih dan kepala tempat tidur. Sepertinya Ghazi akan istirahat. Alhamdulillah sebelum istirahat atau tidur Ghazi sempatkan untuk menghubunginya. Sebangnya tiada tara bagi Maura.
"Wa'alaikumsalam," jawab Ghazi.
Maura jadi sedikit salah tingkah saat Ghazi menatapnya dengan senyuman. Senyuman manis yang membuat Maura terus terbayang wajah Ghazi. Rindu ternyata sesesak ini... Baru seharian ini tidak ada hasil di sampingnya, Maura sudah merasakan kerinduan yang amat dalam.
Inikah namanya jatuh cinta
Menanti dirimu terasa indah
Kuingin bertemu lagi merasa hadirmu disini
"Mas Ghazi udah mau bobok ya? Capek banget hari ini?"
Maura melemparkan tanya karena Ghazi tak kunjung bicara. Hanya senyuman yang Ghazi berikan padanya.
Ghazi berusaha menahan gejoyak yang hadir setiap kali melihat wajah Maura. Lelahnya tadi seketika sirna hanya dengan melihat senyuman manis Maura. Ingin rasanya pulang dan memeluk Maura seerat yang ia bisa.
"Baru dari kamar papa. Ini iya rencananya mau tidur tapi lagi kangen sama istri jadi nggak yakin bisa tidur kalau belum liat wajah kamu."
Blus.
Pipi Maura bersemu. Mungkin sebagian orang akan biasa saja mendengar ucapan Ghazi ini tapi tidak bagi Maura. Maura merasa melayang dan ucapan Ghazi baginya terasa manis seperti bak madu murni.
Karena Maura tidak memakai earplug
jadi terpaksa volume ponsel yang harus dinaikkan agar suara Ghazi bisa terdengar dengan jelas."Ehem. Dari tadi istrinya dicuekin ya. Kenapa nggak telpon dari tadi aja, Nak?"
Maura sedikit tersentak saat Mama Nela merangkul pundaknya dan menatap ponsel yang masih menunjukkan wajah Ghazi. Sepertinya Ghazi memang sudah berhasil membuat Maura beralih perhatian.
"Belum sempat nelpon Ma. Cuma bisa kirim pesan aja sama Maura."
Ghazi memberikan senyuman ada Mama Nela. Ia tahu Maura sedang tidak sendiri karena terdengar suara tv yang menyala. Juga sesekali ada suara Dilla yang seperti menggoda istrinya.
"Tetap jaga kesehatan ya, Nak. Meskipun kamu udah punya istri bukan berarti Mama hilang perhatian ke kamu. Anak tampannya Mama tetap harus sehat karena kamu harus jagain menantu Mama," ujar Mama Nela.
Maura tersentuh mendengar pesan Mama Nela.
"Insya Allah, Ma. Aku minta doa Mama ya. Semoga aku bisa jaga semua yang Allah amanahkan sama aku," jawab Ghazi di seberang sana.
"Aamiin. Insya Allah doa Mama selalu untuk kamu, Nak. Ya udah ini Mauranya mau ngomong. Kangen banget ini pingin dipeluk suami katanya."
"Ma."
Mama Nela mengusap pipi Maura dengan lembut. Maura tidak ingin mengelak karena hatinya memang rindu pada Ghazi. Setelah itu Mama Nela bergerak menjauh dan ikut menonton tv lagi bersama Zahra. Dilla masih setia dengan ponselnya.
"Yang."
Semoga jantung Maura tetap aman sampai Ghazi pulang nanti.
"Iya Mas?"
Ghazi menghembuskan nafas panjang.
"Kamu nggak bisa masuk kamar aja? Aku mau ngomong sesuatu."
Maura melipat bibirnya ke dalam. Matanya melirik pada ibu mertuanya yang ternyata tersenyum dan mengangguk padanya. Ya Allah, ternyata Mama Nela masih memperhatikannya.
"Bisa Mas. Bentar ya."
"Ma aku ke kamar dulu ya. Mama juga kalau udah ngantuk langsung ke kamar. Atau mau tidur sama aku juga boleh," kata Maura.
"Yang."
Terdengar suara Ghazi. Sepertinya pria itu keberatan. Entahlah.
"Yakin? Tapi kayaknya Ghazi mau ngomong sesuatu yang penting banget tuh. Mama tidur sendiri aja Nak. Udah sana ke kamar. Kasian Ghazi udah pingin ngomong kata cinta banyak-banyak."
"Iya Ma. Kalau gitu aku ke kamar duluan ya. Zahra nanti kalau udah ngatuk langsung ke kamar ya Sayang."
"Oke, Kak."
"Cieee long distance marriage nih. Haha pasti rasanya kangeeeen banget ya Kak."
Godaan demi godaan dari bibir terus menjadi pengantar Maura untuk sampai ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ungkapan Takdir (Tamat)
RomanceSETELAH BACA FOLLOW AKUN UMMI MENTARI YA. Tidak ada opsi penolakan bagi Maura untuk perjodohan paksa yang dilakukan orang tua angkatnya. HARUS MENERIMA dan itu sangat menjadi awal warna-warni hidup barunya. Akankah Maura bahagia atau malah semakin...