Maura semakin menunduk dan ingin menyembunyikan wajahnya ke mana saja agar tidak dilihat. Ghazi orang yang peka, ia turunkan tangannya dari pundak Maura dan beralih menarik kursi sebelahnya untuk ia duduki."Nggak akan ada dua jiwa yang sama di dunia ini. Kamu cari calon suami yang sholeh dan tanggung jawab, Dilla," kata Ghazi setelah duduk.
Dilla mengerucutkan bibirnya dan tidak lagi mengoceh. Ucapan yang keluar dari bibir Ghazi selalu bisa membuatnya diam. Dilla orang yang suka berbicara dan sukar sekali mencari orang yang bisa menghentikan ucapan Dilla dan salah satu orang yang bisa menghentikan celotehan Dilla adalah Ghazi.
"Lucu banget Mama liat Dilla yang langsung diam kalau Ghazi sudah angkat bicara," kata Mama Nela.
"Iya kalau yang ngomong Kak Ghazi rata-rata orang juga pasti diem Ma," sahut Dilla.
"Punya Ghazi nggak usah banyak, Sayang. Kalau pagi biasanya Ghazi nggak mau makan nasi," kata Mama Sukma.
Tahu yang dimaksud oleh Mama Sukma adalah dirinya. Maura menghentikan gerakan tangan yang tadi menaruh nasi goreng pada piring yang memang untuk Ghazi.
"Emm ini aku udah terlajur...,"
Ghazi menatap nasi goreng di piring dalam tangan Maura. Benar nasi goreng yang Maura siapkan lebih banyak dari yang biasanya. Tersenyum lembut, Ghazi menarik piring itu hingga berada di tengah-tengah antara mereka.
"Udah nggak papa. Kita bisa habiskan ini berdua," kata Ghazi.
Maura mencerna ucapan Ghazi dan seketika menahan nafas.
"Maksud Mas?" cicitnya pelan.
Bukan Maura tidak mengerti maksud Ghazi tapi dia hanya ingin memastikan jika Ghazi sedang tidak becanda kali ini. Ghazi memang bukan orang yang suka becanda, teman-teman.
"Berdoa dan buka mulutnya," ujar Ghazi yang ternyata sudah menyodorkan sendok berisi nasi goreng ke mulut Maura.
Maura membaca doa dengan sangat ringkas yakni hanya mengucapkan bismillah saja yang terpenting sudah melibatkan Allah untuk aktifitas makan ini, kemudian membuka mulutnya dan menerima suapan dari Ghazi.
"Ciee. Beneran nggak tau tempat ya."
Sepertinya Dilla memang sangat suka memggoda Ghazi. Ia sampai menumpukan dagu pada tangan tangannya dan memperhatikan Ghazi yang menyuapi Maura.
"Udah halal kan? Lagian nggak ngapa-ngapain, cuma nyuapin makan. Kamu jangan julid makanya," ujar Ghazi.
"Wah Kak Ghazi tau julid juga ternyata. Hebat ya Kakak," kata Dilla.
"Dilla makan yang bener," peringat Mama Sukma.
Dilla menghela malas.
"Iya Mama sayang," jawabnya.
Dilla kembali berkutat dengan isi piring dan sendoknya.
Sementara Ghazi dan Maura juga hampir menuntaskan satu piring nasi goreng dengan tanpa bicara, Ghazi menyuapkan pada Maura kemudian ke mulutnya sendiri. Begitu terus hingga nasi yang tadinya hampir memenuhi piring sekarang tinggal sedikit."Ehem. Kalau makan sama istri jadi semangat ya Ghazi," goda Papa Amru pada Ghazi.
"Papa lebih tahu itu kan," jawab Ghazi singkat.
Ghazi meletakkan sendoknya karena memang piring mereka sudah kosong. Mengambil tissue dan memberikan juga pada Maura.
"Nggak sekalian dilapin Mauranya?" goda Mama Nela.
"Ciee malu tuh Ma. Padahal tadi aja yang kayak lupa sama sekitarnya pas lagi makan," sahut Dilla.
"Hust udah jangan diledekin begitu kakaknya. Yang malu bukannya Ghazi tapi Kak Maura," lerai Papa Amru.
"Lah.. tadi kan Papa juga ikut godain," kilah Dilla.
"Udah. Bener kata Papa daripada ledekin Kakak mending tanyain Dilla kapan nikahnya. Jangan pacaran terlalu lama takutnya dosa," ujar Ghazi.
Diam. Dilla lamgsung terdiam mendenngar ucapan Ghazi.
"Kalau kamu nggak serius mau nikah sama cowok kamu itu lebih baik udahan aja Dill. Jangan diteruskan. Nggak pacaran juga bisa dapat jodoh kaya Kakak ni. Dapat yang bening dan insya Allah sholeha," sambung Ghazi.
Maura menatap Ghazi dan pada kalimat terakhir Ghazi tadi, Maura mengucapkan kata Aamiin di dalam lubuk hati.
"Nggak tau deh Kak. Nanti aku mau curhat sama Kak Maura dulu. Sama Kak Ghazi nggak asyik," kata Dilla dengan sesuka hatinya.
"Nggak bisa hari ini kalau mau curhat bisa besok. Hari ini kita mau quality time berdua. Jadi nggak ada waktu buat dengerin curahan hati kamu," tungkas Ghazi cepat.
Dilla menyipitkan matanya pada Ghazi dan mendengus tidak suka.
"Ya udah sih biasa aja ngomongnya, nggak usah ngegas gitu," sahut Dilla ketus.
"Zahra hari ini mau ikut Kak Dilla nggak? Kita jalan-jalan dan sama Mama Sukma terus Mama Nela juga ikut," ajak Dilla pada Zahra.
Zahra baru selesai meneguk air putihnya dan mengangguk lalu menatap pada Maura yang juga mengangguk tanda mengizinkan. Ia terharu dengan sambutan baik dari keluarga besar Ghazi untuk ia dan Zahra.
"Kalau gitu nanti langsung ganti baju ya. Baju yang Kak Dilla tunjukin tadi dipake," kata Dilla.
"Siap Kak Dilla. Kak Maura beneran mau pergi sama Kak Ghazi ya?" tanya Zahra pada Maura.
Tangan Dilla mengelus rambut Zahra yang dikuncir dan ikut menatap pada Maura.
"Emm Kak Maura cuma mau temenin Kak Ghazi aja kok Sayang," jawab Maura.
Zahra mengangguk pelan dan mengerti.
"Kamu bawa Zahra jangan sampe sore ya Dill. Kita nanti sore mau ke makam dan bawa Zahra," kata Ghazi yang menbuat Maura seketika ingat.
Maura hampir saja lupa jika ia berencana menjenguk makam ayah dan ibunya.
"Oke Kak. Tapi Kak Ghazi kasih jajan kita kan?"
Dilla menatap dengan mata dikedipkan pada Ghazi.
Ghazi merogoh saku celananya dan mengambil dompet hitam miliknya lalu mengeluarkan kartu debit yang membuat mata Dilla berbinar.
"Ini, kamu pake aja untuk beli jajan," kata Ghazi.
Ghazi menyodorkan kartu debit tadi pada Dilla. Dengan sangat senang hati Dilla menerima itu.
"Ih terima kasih Kakakku sayang. Aku doakan semoga Kak Ghazi dan Kak Maura keluarga kecilnya rukun dan damai. Selalu bahagia dan cepat kasih aku ponakan," kata Dilla mengucapkan serenterrenteran
"Aamiin."
Empat orang paruh baya yang sempat terabaikan tadi mengamini ucapan Dilla. Maura menunduk malu saat tangan kanannya digenggam oleh Ghazi.
Maura merasakan getaran dihatinya yang tidak bisa ditahan lagi. Tubuhnya bagai tersengat aliran listrik yang membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Aku sama Maura siap-siap dulu ya Pa Ma," kata Ghazi.
"Iya Sayang. Hari ini kalian gunakan waktunya sebaik mungkin ya. Besok kan Ghazi udah kembali kerja," kata Mama Nela.
"Iya Ma," jawab Ghazi dan Maura yang bersamaan.
"Ciee...,"
"Cieee mulu dari tadi. Ganti kek Dill," sindir Ghazi pada Dilla.
Dilla cemberut dan ia pun bangun dari duduknya.
"Au ah ngomong sama Kak Ghazi nggak ada seru-serunya. Kita juga ganti baju dulu yuk Dek," keluh Dilla sekaligus mengajak Zahra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ungkapan Takdir (Tamat)
RomanceTidak ada opsi penolakan bagi Maura untuk perjodohan paksa yang dilakukan orang tua angkatnya. HARUS MENERIMA dan itu adalah awal warna-warni hidup barunya. Akankah Maura bahagia atau malah semakin ditikam derita dengan adanya kata "sah" antara ia...