23.

12.9K 912 17
                                    

Selepas sholat isya di masjid tadi, Ghazi memasuki kamar dan sholat witir sebelum tidur. Kamarnya masih kosong karena Maura sedang menemani Zahra yang belajar. Tahun ajaran baru tinggal 3 bulan lagi dan Ghazi sudah sepakat dengan Maura untuk mendaftarkan Zahra di salah satu SD.

Zahra yang antusias akan masuk sekolah dengan senangnya hampir setiap ada waktu senggang meminta Maura untuk mengajarkannya, baik itu membaca huruf atau menghitung angka. Kadang Dilla ikut andil dalam mengajar Zahra.

"Aku kok nggak ada dengar ucapan salam ya?"

Maura yang tengah menutup pintu kamar menoleh pada Ghazi dengan senyum malu. Ia masih suka lupa pada kebiasaan baik itu.

"Maaf Mas, lupa terus aku."

Sambil mendekat pada Ghazi, melihat dengan rapi sajadah yang tadi digulung asal oleh Ghazi dan meletakkannya di atas meja kerja suaminya.

Dua hari yang lalu Ghazi memindahkan meja kerjanya ke dalam kamar pribadi mereka dengan alasan ingin selalu siaga pada Maura. Maura spontan teriak jika tiba-tiba lampu padam di malam hari dan Ghazi sedang mengerjakan tugas kantor.

Terdapat satu lemari khusus peralatan kantor dan tempat menyimpan buku panduan bisnis milik Ghazi di sana.

"Nggak apa-apa tapi harus dibiasakan ya. Semoga istriku mudah lisannya mengucapkan perkataan baik di mana pun dan kapan pun," kata Ghazi.

"Aamiin."

Doa orang Sholeh dan taat pada Allah itu sangat dekat dengan pintu langit.

"Mas mau ke mana?"

Tangan kanan Ghazi memegang pergelangan tangan Maura, mirip orang yang menuntun anak kecil untuk menyeberang jalan raya.

Ghazi mengacak rambut sebahu Maura dengan senyum dan sejenak mata mereka bertemu. Menggelitik rasa yang sama-sama mulai tumbuh dan belum mereka akui. Cinta.

Ghazi menikmati indahnya wajah cantik Maura dengan tidak henti memuji Sang Maha Pencipta. Istrinya cantik dan sejauh ini ada pancaran kedamaian yang ia dapat saat menatap wajah Maura.

"Udah malam, Sayang. Udah saatnya tidur," ujar Ghazi.

Pria berkaos putih itu menuntun Maura untuk naik ke atas tempat tidur King Sizenya. Sebelum ke kamar Zahra dan Dilla tadi, Maura sudah lebih dulu mengganti long dress miliknya dengan piyama tidur lengan panjang.

Maura menarik selimut dan meletakkan guling di atas bantalnya sehingga lebih tinggi dan ia bersandar di sana dengan kedua telapak tangan yang saling berbelit.

"Mas Ghazi udah ngantuk banget?"

Ghazi menggeleng. Ia duduk dengan tegak di sebelah Maura. Lelaki itu sengaja merapatkan tubuhnya pada Maura. Tidak ada penolakan dari sang istri karena sebelumnya mereka sudah menyepakati untuk posisi bercengkrama tidak boleh berjauhan, mereka suami istri dan tidak ada dosa jika berdempetan seperti ini pun.

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, makanya aku ajak ke sini lebih awal dari waktu biasanya kita tidur."

Bola mata bulat dan hitam pekat milik Maura menatap Ghazi penuh rasa tanya.

"Insya Allah lusa aku harus berangkat ke Lombok untuk urusan bisnis. Papa utus aku untuk pantau hotel yang tengah dibangun di sana."

Deg

Maura merasa perasaannya sedikit hampa. Selama menikah dengan Ghazi, keseharian Maura selalu di samping Ghazi dan sepertinya Maura sudah tidak siap jika harus berjauhan dengan Ghazi.

"Aku ke sana sama Adri dan mungkin seminggu."

Hiks, Maura sampai rasanya kesulitan bernafas mendengar lanjutan ucapan Ghazi. 1 Minggu itu 7 hari, bukan?

Ungkapan Takdir (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang