𝙴𝚒𝚐𝚑𝚝𝚎𝚎𝚗

1K 128 10
                                    

Sementara di rumah sakit, kini Ananda mulai membuka matanya tepatnya sekarang sudah pukul 02.30 dan matanya meliar mencari seseorang.

Ceklek

"Udah bangun?" Tanya Vano sedangkan Ananda hanya mendengus.

"Dimana Inne?" Tanya Ananda membuat Vano menghela nafas panjang.

"Minum dulu nan" kata Vano membantu Ananda untuk minum.

"Dimana Inne?" Tanya Ananda berulang.

"In--"

Ceklek

"Hey boy" Arselo datang bersama Ferlly yang berada di belakangnya menahan kantuk.

"Ayah.. mana istriku? Kenapa aku disini? Aku ingat kita kecelakaan saat perjalanan pulang, lalu dimana dia?" Tanya Ananda yang kesal karena tak kunjung mendapatkan jawaban.

"Yahh" rengek Ananda.

"Inne tidak bisa di selamatkan Ananda" Jawab Arselo membuat Ananda kaget.

"Nggak..nggak mungkin, ayah bohong kan?!! Inne gak mungkin ninggalin aku yah! Dia istri setia, dia juga janji gak bakal ninggalin aku!! Ayah pasti bohong! Mana istriku ayah?!!" Kata Ananda yang kini histeris saat melihat keduanya menghela nafas.

"Tenang.. kau tidak boleh bergerak dulu! Kondisimu masih lemah Nanda!!" Kata Vano yang terlanjut kesal karena adiknya itu tidak menerima kenyataan.

"Aku ingin bertemu dengan istriku ayah!" Kata Ananda sedangkan Arselo mengode kepada Vano lewat mata dan Vano pun paham.

Vano mendekati Ananda yang kini mencoba untuk turun dari brankar dan mencabut paksa infus yang tertancap di tangan sebelah kirinya.

Vano menyuntikkan obat bius agar Ananda tidak memberontak, setelah Ananda menutup matanya, keduanya kini menghela nafas lelah.

"Kau ini kenapa tidak ikut membantu kita?! Malah enak enakan main handphone!" Kata Vano pada Ferlly yang duduk di sofa sembari mengscroll ponselnya.

"Brisik, ngantuk tau" Jawab Ferlly lalu merebahkan tubuhnya di sofa.

🍑🍑

Pagi harinya kini di mansion sangat ricuh karena si bungsu demam tinggi di tambah ia tak mau makan dan membuat seisi mansion heboh.

"Adek mam dulu ya, terus minum obat, biar pusingnya hilang" kata Natalia yang kini sibuk membujuk si bungsu.

"Ngga mau hiks mau bunda Huaa"

"Mau mimi nda.. ngga mau mam hiks" kata Al menendang nendang selimut yang membungkus tubuhnya.

"Iya nanti Mimi oke? Sekarang Adek mam dulu" kata Rendika ikut menenangkan adiknya itu.

"Adek.. mam dulu ya?" Kata Arnold menghampiri Al dan langsung menggendong tubuh mungil anak itu.

Al menduselkan wajahnya di dada bidang Arnold mencari kenyamanan di dalam gendongan Abang keduanya.

"Adek mau Mimi, ngga mau mam Abang" kata Al lalu menutup matanya.

Arnold yang menyadari bahwa sudah tidak ada pergerakan dari adiknya lalu membungkuk untuk melihat wajah adiknya.

Pucat, itu yang ia lihat. Arnold menepuk pipi Al berharap adiknya ini bangun tapi nihil, Al tetap menutup matanya.

Seketika semuanya kembali kalang kabut saat Al tidak sadarkan diri, Rendika dengan segera menyiapkan mobil disusul Arnold yang menggendong Al lalu membawanya ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit Vano heran karena para abang dan anak anaknya berlarian di lorong rumah sakit.

"Loh loh loh.. kenapa nih? Kok pada lari lari?" Tanya Vano yang belum menyadari bahwa Al tak sadarkan diri.

Baby Al [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang